BAB III
STUDI KASUS
Di Indonesia seseorang dengan
mudah dapat memfoto kopi sebuah buku, padahal dalam buku tersebut melekat hak
cipta yang dimiliki oleh pengarang atau orang yang ditunjuk oleh pengarang
sehingga apabila kegiatan foto kopi dilakukan dan tanpa memperoleh izin dari
pemegang hak cipta maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta. Lain
lagi dengan kegiatan penyewaan buku di taman bacaan, masyarakat dan pengelola
taman bacaan tidak sadar bahwa kegiatan penyewaan buku semacam ini merupakan
bentuk pelanggaran hak cipta. Apalagi saat ini bisnis taman bacaan saat ini
tumbuh subur dibeberapa kota di Indonesia, termasuk Yogyakarta. Di Yogyakarta
dapat dengan mudah ditemukan taman bacaan yang menyediakan berbagai terbitan
untuk disewakan kepada masyarakat yang membutuhkan. Kedua contoh tersebut
merupakan contoh kecil dari praktek pelanggaran hak cipta yang sering dilakukan
oleh masyarakat dan masyarakat tidak menyadari bahwa tindakan yang mereka
lakukan adalah bentuk dari pelanggaran hak cipta.
Padahal jika praktek seperti ini diteruskan
maka akan membunuh kreatifitas pengarang. Pengarang akan enggan untuk menulis
karena hasil karyanya selalu dibajak sehingga dia merasa dirugikan baik secara
moril maupun materil. Pengarang atau penulis mungkin akan memilih profesi lain
yang lebih menghasilkan. Selain itu kurang tegasnya penegakan hak cipta dapat
memotivasi kegiatan plagiasi di Tanah Air. Kita tentu pernah mendengar gelar
kesarjanaan seseorang dicopot karena meniru tugas akhir karya orang lain.
Mendarah dagingnya kegiatan pelanggaran hak
cipta di Indonesia menyebabkan berbagai lembaga pendidikan dan pemerintah
terkadang tidak sadar telah melakukan kegiatan pelanggaran hak cipta. Padahal,
seharusnya berbagai lembaga pemerintah tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan
terhadap hak cipta. Contoh konkrinya adalah perpustakaan, lembaga ini
sebenarnya rentan akan pelanggaran hak cipta apabila tidak paham mengenai
konsep hak cipta itu sendiri. Plagiasi, Digitalisasi koleksi dan layanan foto
kopi merupakan topik-topik yang bersinggungan di hak cipta. Akan tetapi selain
rentan dengan pelanggaran hak cipta justru lembaga ini dapat dijadikan sebagai
media sosialisasi hak cipta sehingga dapat menimalkan tingkat pelanggaran hak
cipta di Tanah Air.
Perpustakaan menghimpun dan melayankan
berbagai bentuk karya yang dilindungi hak ciptanya. Buku, jurnal, majalah,
ceramah, pidato, peta, foto, tugas akhir, gambar adalah sebagai format koleksi
perpustakaan yang didalamnya melekat hak cipta. Dengan demikian maka
perpustakaan sebenarnya sangat erat hubungannya dengan hak cipta. Bagaimana,
tidak di dalam berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan melekat hak cipta
yang perlu dihormati dan dijaga oleh perpustakaan. Jika tidak berhati-hati atau
memiliki rambu-rambu yang jelas dalam pelayanan perpustakaan justru
perpustakaan dapat menyuburkan praktek pelanggaran hak cipta.
Untuk itu dalam melayankan berbagai koleksi
yang dimiliki perpustakaan, maka perpustakaan perlu berhati-hati agar layanan
yang diberikannya kepada masyarakat bukan merupakan salah satu bentuk praktek
pelanggaran hak cipta. Dan idealnya perpustakaan dapat dijadikan sebagai
teladan dalam penegakan hak cipta dan sosialisasi tentang hak cipta.
Layanan foto kopi, digitalisasi koleksi serta
maraknya plagiasi karya tulis merupakan isu serta layanan perpustakaan yang
terkait dengan hak cipta. Perpustakaan perlu memberikan pembatasan yang jelas
mengenai layanan foto kopi sehingga layanan ini tidak dikategorikan sebagai
bentuk pelanggaran hak cipta. Dalam kegiatan digitalisasi koleksi, perpustakaan
juga perlu berhati-hati agar kegiatan yang dilakukan tidak melanggar hak cipta
pengarang. Selain itu perpustakaan juga perlu menangani plagiasi karya tulis
dengan berbagai strategi jitu dan bukan dengan cara proteksi koleksi tersebut sehingga
tidak dapat diakses oleh pengguna perpustakaan.
Praktek Foto kopi dapat dikategorikan sebagai
tindakan pelanggaran hak cipta. Hal ini disebabkan karena foto kopi berarti
memperbanyak suatu karya tanpa izin dari pengarang dan menerima keuntungan
ekonomi atas jasa foto kopi yang diberikan.
Kegiatan foto kopi di perpustakaan dapat
dikategorikan dalam dua jenis, yaitu foto kopi untuk pengadaan koleksi
perpustakaan serta layanan foto kopi yang disediakan bagi pengguna perpustakaan.
Kegiatan foto kopi untuk pengadaan koleksi perpustakaan bertujuan untuk
memenuhi kepentingan perpustakaan, sedangkan layanan foto kopi bagi pengguna
perpustakaan bertujuan untuk memudahkan pengguna perpustakaan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sering dijumpai
koleksi perpustakaan yang merupakan hasil foto kopi. Padahal kegiatan foto kopi
ini merupakan suatu bentuk pelanggaran hak cipta. Hal ini disebabkan oleh
masalah klasik yang selalu dihadapi perpustakaan yaitu keterbatasan dana.
Perpustakaan idealnya mampu menjadi institusi pelopor penegakan hak cipta.
Kalaupun suatu koleksi perpustakaan terpaksa difoto kopi itu didasarkan pada
alasan bahwa buku tersebut tidak ada d ipasaran dan tidak akan dicetak lagi
oleh penerbit atau buku tersebut merupakan buku asing. Buku-buku asing harganya
sangat mahal sehingga dalam kegiatan pengadaan perpustakaan cukup membeli satu
eksemplar buku asing tersebut kemudia jumlahnya diperbanyak dengan di foto
kopi.
Untuk kegiatan layanan foto kopi bagi
pengguna perpustakaan, sebagai bentuk penghormatan terhadap hak cipta maka
apabila pengguna ingin memfoto kopi sebuah buku pengguna tersebut disarankan
untuk mencari buku yang dibutuhkan di toko buku. Apabila buku yang dibutuhkan
tidak ada di toko buku baru buku tersebut diizinkan untuk difoto kopi dengan
segala resiko menjadi tanggung jawab pengguna perpustakaan tadi.
Dengan berbagai usaha diatas, maka
perpustakaan telah berpartisipasi dalam penegakan hak cipta. Jangan sampai
karena alasan mudahnya masyarakat memfoto kopi buku menyebabkan para pengarang
enggan menulis. Hal ini tentu akan berdampak terhadap produktivitas penerbitan
buku-buku berkualitas di perpustakaan serta menghambat usaha pencerdasan
bangsa. Usaha ini memang belum banyak disadari oleh perpustakaan dan
perpustakaan dimana kita bekerja dapat memulainya sebagai bentuk penghormatan
kepada hak cipta.
Minimalisasi plagiasi
Praktek plagiasi di Indonesia untuk
memperoleh gelar mulai dari sarjana sampai professor pernah terjadi. Hal ini
terjadi menunjukkan sikap masyarakat yang kurang menghargai karya orang lain.
Untuk meminimalkan terjadinya praktek plagiasi, berbagai perpustakaan memiliki
strategi tersendiri. Ada perpustakaan yang melakukan proteksi berlebih terhadap
tugas akhir sivitas akademiknya sehingga tidak mengizinkan pengguna mengakses
ruangan tersebut. koleksi tugas akhir diberlakukan layaknya benda pusaka yang
tidak boleh disentuh, padahal tugas akhir merupakan karya ilmiah yang akan
bermanfaat apabila banyak orang yang dapat mengaksesnya atau dengan katalain
eksistensi koleksi tersebut tidak percuma. Ada juga perpustakaan yang
memberikan izin kepada pengguna untuk mengakses koleksi tugas akhir dan bahkan
memfoto kopi koleksi tugas akhir tersebut.
Semua perpustakaan memiliki kebijakan
tersendiri dengan pertimbingan tertentu dan dalam kasus ini tidak ada yang
benar atau salah. Akan tetapi kebijakan apapun yang diterapkan setidaknya
mengedepankan azas manfaat dari keberadaan suatu koleksi. Perpustakaan tidak
perlu takut koleksi yang dimiliki akan dijiplak apabila memiliki sistem yang
mampu mentedeksi kegiatan plagiasi sejak dini. Caranya dengan memiliki sistem
temu kembali informasi yang memungkinkan mengetahui isi keseluruhan dari tugas
akhir, laporan penelitian atau koleksi perpustakaan lainnya. Dengan katalain
katalog yang dimiliki perpustakaan dilengkapi dengan abstrak. Kemudian katalog
tersebut publikasikan melalui internet (katalog online) yang memungkinkan
setiap orang mengakses katalog tersebut tanpa dihalangi oleh waktu dan tempat.
Apabila setiap orang dapat mengakses katalog yang memungkinkan masyarakat
mengetahui isi suatu tugas akhir atau karya ilmiah lainnya, maka ini merupakan
suatu bentuk control sosial. Kontrol sosial ini akan memaksa orang berpikir dua
kali untuk melakukan plagiasi karena dengan karena dari katalog online tersebut
dapat dengan mudah diketahui suatu karya hasil plagiasi atau bukan.
Selain itu perpustakaan juga dapat
menyisipkan materi teknik penulisan dan hak cipta dalam kegiatan pendidikan
pemakai yang dilaksanakan perpustakaan. Terkadang mahasiswa tidak mengetahui
bahwa karya tulisannya termasuk kedalam kategori karya hasil plagiat karena
tidak mengetahui bagaimana teknik penulisan karya ilmiah yang benar, misalnya
dengan mencantumkan referensi dari setiap kutipan yang digunakan dalam karya ilmiah
yang disusunnya. Perpustakaan juga dapat menyelipkan materi mengenai hak cipta
dalam kegiatan pendidikan pemakai sehingga semakin memotivasi penggun
perpustakaan untuk sadar hak cipta.
Dari studi kasus diatas dapat di lihat bahwa hak cipta adalah senjata pengaman bagi perlindungan karya cipta sebagai suatu karya yang berharga agar tidak terjadi plagianisme atau "COPAS". Karena kopas merupakan suatu tindakan yang sangat merugikan bukan untuk pencipta saja melainkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam karya cipta tersebut. Dengan adanya Hak cipta secara tidak langsung kita diwajibka untuk bersikap dan bertindak kreatif, inovatif, dan menjunjung rasa malu berplagianisme dalam menghasilkan suatu karya. Dengan begitu tidak akan ada lagi permasalahan-permasalahan pelanggaran hak cipta.
Dari studi kasus diatas dapat di lihat bahwa hak cipta adalah senjata pengaman bagi perlindungan karya cipta sebagai suatu karya yang berharga agar tidak terjadi plagianisme atau "COPAS". Karena kopas merupakan suatu tindakan yang sangat merugikan bukan untuk pencipta saja melainkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam karya cipta tersebut. Dengan adanya Hak cipta secara tidak langsung kita diwajibka untuk bersikap dan bertindak kreatif, inovatif, dan menjunjung rasa malu berplagianisme dalam menghasilkan suatu karya. Dengan begitu tidak akan ada lagi permasalahan-permasalahan pelanggaran hak cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar