Saat
ini Teknologi Informasi (TI) berkembang sangat pesat. Secara tidak langsung
dinamika industri di bidang ini juga meningkat dan menuntut para profesionalnya
rutin dan berkesinambungan mengikuti aktifitas menambah ketrampilan dan
pengetahuan baru.
Perkembangan industri TI ini membutuhkan suatu
formalisasi yang lebih baik dan tepat mengenai pekerjaan profesi yang berkaitan
dengan keahlian dan fungsi dari tiap jabatannya.
Hal ini menimbulkan kebutuhan untuk dibentuknya
suatu standar profesi di bidang tersebut. Para profesional TI, sudah sejak lama
mengharapkan adanya suatu standard kemampuan yang kontinyu dalam profesi
tersebut. Jika dikaji lebih
lanjut, standard yang tepat dan teliti untuk profesi ini hanya akan memiliki
sedikit relevansi jika tidak adanya proses yang menjamin kemutakhiran
pengetahuan profesi TI.
Institusi pemerintah telah melakukan klasifikasi pekerjaan dalam
bidang teknologi informasi ini. klasifikasi pekerjaan ini masih belum dapat
mengakomodasi klasifikasi pekerjaan pada teknologi informasi. Beberapa
perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah mempunyai klasifikasi pekerjaannnya
sendiri. begitu juga dengan beberapa perusahaan swasta yang besar, telah
mengembangan klasifikasi pekerjaan mereka sendiri juga. belum adanya
standarisasi klasifikasi pekerjaan ini terkadang menimbulkan kesulitan bagi
para professional IT.
Departemen tenaga kerja
berkeinginan untuk mengeluarkan standar kompetensi untuk teknologi informasi.
IPKIN diharapkan memberikan sumbangan untuk formulasi standar kompetensi pada teknologi
informasi. dengan mengacu ke model regional , standar kompetensi yang akan
diterapkan di indonesia akan mudah dapat diterima dan di setarakan di negara-negaralain
di regional ini. Lihat data penunjang klik disi
Klasifikasi
ini dirancang dengan mempertimbangakan persyaratan utama dan persyaratan
tambahan setiap sel. Persyaratan
utama dipertimangkan berdasarkan :
1.
latar belakang akademik
2.
pengembangan sistem, pengalaman pemeliaraan
3.
pengembangan profesi
Persyaratan
tambahan dievaluasi berdasarkan :
1.
pengalaman menulis dan menerjemahkan
2.
kegiatan keilmuan, seperti survei, riset dan
sebagainya
3.
pelatihan
4.
organisasi profesi
5.
penghargan
Evaluasi
dilakukan oleh kepala Biro
Pusat Statistik staff
dengan tingkat IV-A dan badan penguji dalam tingkat Nasional. bagaimanapun,
evaluasi untuk tingkat II-B dan III-D dilakukan oleh badan penguji pada tingkat
institusi, seperti di departemen. badan penguji dipilih setiap 5 tahun oleh
menteri aparatur negara.
BAKOTAN
(Badan Kerjasama Otomatisasi Administrasi Negara)
Pada
tanggal 26 mei 1969, pemerintah telah membentuk badan erjasama otomatisasi
administrasi negara - BAKOTAN berdasarkan keputusan menteri aparatur negara.
institusi ini mempunya pekerjaan :
1.
dasar teknologi
2.
aplikasi, dan penggunaan aplikasi
3.
kultur teknologi
4.
organisasi
5.
teknologi
6.
audit
7.
networking
Untuk
mencapai tujuan, BAKOTAN membentuk empat kelomppok kerja. masing-masing
kelompok kerja mempunyai 4 anggota dan 1 ketua. kelompo-kelompok kerja terdiri
dari :
Ø kelompok
kerja aplikasi
Ø kelompok
kerja teknologi
Ø kelompok
kerja sumber daya manusia
Ø kelompok
kerja audit dan supervisi
1.
Kelompok
kerja aplikasi
Ø Mengambangkan
dan menerapkan sistem informasi
Ø Membentuk
koordinasi dalam pengembangan dan penggunaan sistem informasi, dengan tujuan
untuk mendapatkan pemanfaatan optimum
2.
Kelompok kerja teknologi
Ø Mempelajari
dan meneliti aplikasi perangkat keras dan perangkat lunak dalam perkembangan
teknologi informasi di indonesia
Ø Memonitor
kemajuan teknologi informasi di indonesia
Ø Menentukan
mekanisme pengembangan teknologi informasi di indonesia
3.
Kelompok kerja sumber daya manusia
Ø Membentuk
peraturan dalam pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia pada teknologi
informasi. hal ini dilakukan dengan menyediakan materi pengajaran, akreditasi
institusi pendidikan, dan sertifikasi profesi
Ø Mengkoordinasikan
institusi pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia dalam teknologi
informasi
Ø Melakukan
survey sumber daya manusia dalam teknologi informasi
4.
Kelompok kerja auditing
Ø
Menspesifikasi mekanisme untuk melakukan
auditing, pengendalian, dan keamanan sistem informasi.
Ø Mempromosikan
kepentingan monitor sistem informasi, dan melakukan koordinasi dalam mendidik
auditor sistem informasi
South East Asia Regional Computer
Confideration (SEARCC)
Merupakan suatu forum/badan yang
beranggotakan himpunan profiesional IT yang terdiri dari 13 negara. SEARCC
dibentuk pada Februari 1978, di Singapore oleh 6 ikatan komputer dari
negara-negara : Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapore dan
Thailand. Awalnya, SEARCC mengadakan konferensi setahun dua kali di tiap negara
anggotanya secara bergiliran. Namun, karena keanggotaannya semakin bertambah,
maka konferensi dilakukan sekali tiap tahunnya. Negara yang sudah menjadi
anggota SEARCC adalah Sri Lanka, Australia, Hong Kong, India Indonesia,
Malaysia, New Zealand, Pakistan, Philipina, Singapore, Korea Selatan, Taiwan,
Thailand, Kanada.
Salah satu kegiatan dari SEARCC
adalah SRIG-PS (Special Regional Interest Group on Profesional
Standardisation). SRIG-PS dibentuk karena adanya kebutuhan untuk
menciptakan dan menjaga standard profesional yang tinggi dalam dunia Teknologi
Informasi, khususnya ketika sumber daya di region ini memiliki kontribusi yang
penting bagi kebutuhan pengembangan TI secara global.
Semakin luasnya penerapan Teknologi
Informasi di berbagai bidang, telah membuka peluang yang besar bagi para tenaga
profesional Tl untuk bekerja di perusahaan, instansi pemerintah atau dunia
pendidikan di era globalisasi ini.
Secara global, baik di negara maju
maupun negara berkembang, telah terjadi kekurangan tenaga professional Tl.
Menurut hasil studi yang diluncurkan pada April 2001 oleh ITAA (Information
Technology Association of America) dan European Information Technology
Observatory, di Amerika pada tahun 2001 terbuka kesempatan 900.000 pekerjaan di
bidang Tl.
MODEL STANDAR PROFESI DI USA DAN KANADA
Dunia Teknologi Informasi (TI)
merupakan suatu industri yang berkembang dengan begitu pesatnya pada
tahun-tahun terakhir ini. Ini akan terus berlangsung untuk tahun-tahun
mendatang. Perkembangan industri dalam bidang TI ini membutuhkan formalisasi ya
ng lebih baik dan tepat mengenai pekerjaan, profesi berkaian dengan keahlian
dan fungsi dari tiap jabatan. South East Asia Regional Computer
Confideration (SEARCC)merupakan suatu forum/badan yang beranggotakan
himpunan profiesional IT (Information Technology) yang terdiri dari 13 negara.
SEARCC dibentuk pada Februari 1978, di Singapore oleh 6 ikata n komputer dari
negara-negara : Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Philipine, Singapore dan
Thailand. SEARCC mengadakan konferensi setahun dua kali di tiap negara
anggotanya secara bergiliran. Keanggotaan SEARCC bertambah, sehingga konferensi
dilakukan seka li tiap tahunnya. Konferensi yang ke-15 ini, yang bernama SEARCC
’96 kali ini diselenggarakan oleh Computer Society of Thailand di Thailand dari
tanggal 3-8 Juli 1996.
Sri Lanka telah menjadi anggota
SEARCC sejak tahun 1986, anggota lainnya adalah Austr alia, Hong Kong, India
Indonesia, Malaysia, New Zealand, Pakistan, Philipina, Singapore, Korea
Selatan, Taiwan, Thailand, Kanada. Indonesia sebagai anggota South East Asia
Regional Computer Confideration (SEARCC) turut serta dalam berbagai kegiatan
yang dilaksanakan oleh SEARCC . Salah satunya adalah SRIG-PS (Special
Regional Interest Group on Profesional Standardisation), yang mencoba
merumuskan standardisasi pekerjaan di dalam dunia Teknologi Informasi. Untuk
keperluan tersebut.
STANDAR PROFESI DI AMERIKA &
EROPA
Standar Profesi di Amerika & Eropa
Pustakawan dan Konsep Negara Modern
Satu hal penting mengapa profesi
pustakawan dihargai di Amerika adalah bahwa dari sejarahnya, perkembangan
profesi pustakawan di Amerika Serikat sejalan dengan sejarah pembentukan
Amerika Serikat sebagai negara modern dan juga perkembangan dunia akademik.
Pada masa kolonial, tradisi kepustakawanan di dunia akademik merupakan bagian
dari konsep negara modern, utamanya berkaitan dengan fungsi negara untuk
menyediakan dan menyimpan informasi. Oleh karena itu, profesi purstakawan
(bibliographist) dan ahli pengarsipan (archieving specialist) mulai berkembang
pada masa itu. Sejalan dengan itu, posisi pustakawan mengakar kuat di
universitas-universitas dan tuntutan profesionalitas pustakawan pun meningkat.
Untuk menjadi seorang pustakawan, Seseorang harus mendapatkan gelar pada
jenjang S1 pada area tertentu terlebih dahulu untuk bisa melanjutkan ke jenjang
S2 di bidang perpustakaan. Khusus untuk pustakawan hukum, beberapa sekolah
perpustakaan memiliki jurusan khusus pustakawan hukum. Umumnya gelarnya berupa
MLS atau MLIS (Master of Library and Information Science). Pendidikan jenjang
S2 ini ditempuh selama dua tahun. Sistem pendidikan yang seperti ini sangat
kondusif untuk menciptakan spesialisasi dalam profesi pustakawan itu sendiri,
yang tidak hanya mampu membuat dan menyusun katalog namun juga memiliki
pengetahuan khusus di bidang tertentu, misalnya pustakawan yang juga memiliki
pengetahuan di bidang hukum.
Untuk memastikan hal ini,
dibentuklah panduan profesi pustakawan yang memastikan seorang pustakawan harus
memiliki gelar profesional pustakawan. Selain harus memiliki sertifikat, para
pustakawan profesional ini pun juga terus mengembangkan pendidikan profesinya
dengan mengikuti pelatihan-pelatihan di area tertentu yang berkaitan dengan
pengolahan dokumen. Hal ini penting untuk menghadapi perkembangan dunia
elektronik yang juga berpengaruh terhadap kebutuhan pengguna dan proses
pengolahan.
Relasi
Pustakawan dengan Staf Teknis dan Profesi yang Didukungnya
Sementara itu, pekerjaan-pekerjaan teknis yang berkaitan
dengan manajemen dan pengelolaan perpustakaan seperti scanning dokumen, jaringan
internet, memasang sistem katalog dalam jaringan komputer, dikerjakan ahli-ahli
yang berfungsi sebagai staf teknis perpustakaan. Umumnyam mereka memiliki
Latar belakang pendidikan di bidang
Teknologi Informasi. Mereka staf teknis dan bukan pustakawan. Hal ini tentu berbeda dengan kondisi di Indonesia. Profesi
pustakawan seringkali ditempatkan hanya sebagai pekerjaan teknis, tukang
mengolah katalog, mencari dan mengembalikan buku perpustakaan ditempatnya,
serta memfotokopi dokumen yang dibutukan pengguna. Tidak ada pembagian fungsi
dan tugas yang tegas antara pustakawan dan staf teknis. Perbedaan lainnya juga
terletak pada relasi antara pustakawan dengan profesi yang didukungnya. Sebagai
contoh, pustakawan yang bekerja di universitas memiliki kontribusi bagi dunia
akademik dengan melakukan riset-riset. Misalnya, riset mengenai efektivitas
perkuliahan. Selain itu, mereka juga mengenalkan ilmu keperpustakaan kepada
mahasiswa melalui kurikulum dengan menyediakan satu sesi di setiap mata kuliah
untuk berdiskusi megnenai akses informasi. Pustakawan mempresentasikan dan
berdiskusi megnenai bagaimana menggunakan layanan perpustakaan dan menggunakan
alat-alat yang disediakan untuk mencari informasi yang dibutuhkan serta etika
akademis dalam mengutip tulisan orang lain. Selain itu, juga disediakan panduan
online yang diintegrasikan dengan situs mata kuliah tersebut.
Contoh lainnya adalah hubungan
profesi pustakawan dengan profesi ahli bahasa. Pustakawan di Amerika Serikat
bekerjasama dengan The Modern Language Association menyusun panduan yang
berkaitan dengan informasi linguistik yang berisi materi-materi, metode-metode
dan bahkan hal-hal mengenai etika yang berkaitan dengan linguistik. Profesi
pustakawan hukum pun seyogyanya dapat melakukan riset yang dapat berkontribusi
bagi profesi hukum. Banyak pustakawan hukum di Amerika Serikat yang juga
memiliki gelar hukum dan aktif melakukan penelitian dan kontribusi lainnya
terhadap profesi hukum. Sehingga, pustakawan tidak berfungsi sekedar sebagai
supervisi dan kolektor dokumen saja. Selain itu, hubungan antar pustakawan
dengan profesi yang didukungnya, misalnya dalam dunia akademik, menjadi setara.
Komunitas Pustakawan yang Kritis
Hal yang menarik lainnya adalah
komunitas pustakawan di Amerika Serikat yang sangat kritis terhadap
perkembangan yang bisa berdampak pada perpustakaan dan profesinya. Komunitas
pustakawan di Amerika Serikat terlibat aktif dalam gerakan akses terbuka
terhadap informasi. Perpustakaan berfungsi sebagai penghubung dan penyedia
informasi yang lebih murah bagi publik.
Mereka bekerja dengan para akademisi
dan organisasi-organisasi penting. Salah satunya, adalah advokasi kepada para
akademisi untuk tidak mempublikasikan tulisannya melalui penerbit-penerbit yang
mahal. Sebaliknya, mereka mendorong pendirian penerbit-penerbit di
universitas-universitas dan menerbitkan tulisan-tulisan para dosennya sendiri.
Hal ini merupakan upaya untuk
menyediakan tulisan akademik dengan harga yang lebih murah. Selain itu, komunitas pustakawan juga terlibat dalam
advokasi hak cipta. Misalnya, menyebarluaskan informasi mengenai hak-hak
penulis terutama dalam penandatangan kontrak dengan penerbit. Di Amerika
Serikat, penerbit umumnya memasukkan pasal yang mengharuskan penulis untuk
membayar mereka untuk melakukan distribusi karyanya di lingkungan
pengajarannya. Komunitas pustakawan melakukan advokasi kepada penulis untuk
meminta pasal ini dihapus sehingga distribusi karya yang diterbitkan kepada
lingkungan ajarannya tidak dikenakan biaya.
Komunitas pustakawan juga mengadvokasikan posisi dan
pandangan mereka terhadap UU Hak Cipta. Misalnya, hak untuk membuat duplikat
tambahan untuk perpustakaan dari bahan-bahan yang diperuntukan untuk
kepentingan penyimpanan. UU Hak Cipta Amerika Serikat membolehkan untuk membuat
micro film dari koran-koran lokal atau bahan-bahan yang sudah jarang ditemukan
dibolehkan untuk kepentingan penyimpanan. Namun demikian, komunitas pustakawan
di Amerika Serikat berpandangan, perpustakaan memiliki hak untuk membuat
duplikasi tambahan dari micro film yang sudah dibuat untuk kepentingan
penyimpanan itu. Komunitas pustakawan di Amerika Serikat juga menentang
privatisasi informasi yang diatur dalam WTO.
Komunitas pustakawan ini memiliki
organisasi yang efisien. Biaya keanggotaan digunakan untuk membiayai staff dalam
skala kecil di Washington DC. Visinya adalah untuk melindungi kepentingan
perpustakawan. Fokus pekerjaan mereka adalah isu-isu yang berdampak pada
perpustakaan, hak cipta. Selain melakukan kegiatan di atas, mereka juga
seringkali melakukan presentasi di hadapan kongres agar mengetahui isu-isu yang
dihadapi oleh para pustakawan. Mereka juga aktif bila ada kebijakan nasional
yang melanggar hak untuk memperoleh informasi demi alasan keamanan nasional.
Sebuah kisah yang seharusnya menginspirasi profesi pustakawan di Indonesia.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas mengenai
perbedaan standar profesi IT di Indonesia, Amerika, Eropa dan Asia dapat
ditarik kesimpulan bahwa saat ini teknologi informasi sangat pesat
perkembangannya di seluruh dunia. Hanya saja antusias di tiap negara
berbeda-beda cara memanfaatkannya. Sebagai contoh di eropa dan amerika profesi
IT sangat dibutuhkan dalam setiap masyarakat karena masyarakat sangat menyadair
kegunaan IT dalam kehidupannya. Hamper berbagai aspek kegiatan telah berbasis
IT. Dengan kesadaran masyarakat yang tinggi maka besar juga peluang
penyimpangan terhadap penggunaan IT. Sedangkan untuk wilayah ASIA dan Indonesia
pemanfaatan dan pengetahuan mengenai IT masih sangat kurang, karena banyak
masyarakat yang masih belum paham tentang IT sebagai bagian dari kehidupan. Untuk
Standar di Indonesia telah ditetapkan baik dari pemerintah maupun organisasi
yaitu IPKIN. Profesi IT dibagi menjadi 11 kelompok, pangkat, golongan serta
tanggung-jwab masing-masing. Di Amerika standar profesi IT diterapkan oleh
organisasi professional pejabat public dan menetapkan 6 standar. Di Eropa
terdapat organisasi COTEC yang menetapkan 4 standar profesi. Sedangkan di Asia
standar profesi ditetapkan oleh organisasi SEARCC yang beranggotakan 13 negara
Asia.