Sabtu, 28 Desember 2013

ERGONOMI

Istilah “ergonomi” berasal dari bahasa latin yaitu Ergon yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum alam, sehingga ergonomi dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, teknik, manajemen dan perancangan. Ergonomi disebut juga “human factors”, karena didalam ergonomi dibutuhkan studi tentang system dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya (Nurmianto, 2000).
Tujuan utama dari ergonomi adalah upaya memperbaiki performan kerja manusia seperti keselamatan kerja disamping untuk mengurangi energi kerja yang berlebihan serta mengurangi datangnya kelelahan yang terlalu cepat dan menghasilkan suatu produk yang nyaman, enak di pakai oleh pemakainya. Disamping itu diharapkan juga mampu memperbaiki pendayagunaan sumber daya manusia dan meminimalkan kerusakan peralatan yang disebabkan kesalahan manusia (human errors) (Nurmianto, 2000).

Postur kerja yang baik sangat ditentukan oleh pergerakan organ tubuh saat bekerja. Pergerakan yang dilakukan saat bekerja meliputi : flexion, extension, abduction, adduction, rotation, pronation, dan supination. Flexion adalah gerakan dimana sudut antara dua tulang terjadi pengurangan. Extension adalah gerakan merentangkan (stretching) dimana terjadi peningkatan sudut antara dua tulang. Abduction adalah pergerakan menyamping menjauhi dari sumbu tengah (the median plane) tubuh. Adduction adalah pergerakan kearah sumbu tengah tubuh (the median plane). Pronation adalah perputaran bagian tengah (menuju kedalam) dari anggota tubuh. Supination adalah perputaran kearah samping (menuju keluar) dari anggota tubuh (Nurmianto, 2000).
Cumulative Trauma Disorders (dapat disebut sebagai Repetitive Motion Injuries atau Musculoskeletal Disorders) adalah cidera pada sistem kerangka otot yang semakin bertambah secara bertahap sebagai akibat dari trauma kecil yang terus menerus yang disebabkan oleh desain buruk yaitu desain alat/sistem kerja yang membutuhkan gerakan tubuh dalam posisi yang tidak normal serta penggunaan perkakas/handtools atau alat lain yang terlalu sering. Empat faktor penyebab timbulnya CTD (Tayyari & Smith, 1997):
1.      Penggunaan gaya yang berlebihan selama gerakan normal.
2.       Gerakan sendi yang kaku yaitu tidak berada pada posisi normal. Misalnya. bahu yang terlalu terangkat, lutut yang terlalu naik, punggung terlalu membungkuk, dan lain – lain.
3.      Perulangan gerakan yang sama secara terus – menerus
4.       Kurangnya istirahat yang cukup untuk memulihkan trauma sendi
Gejala yang berhubungan dengan CTD antara lain adalah terasa sakit atau nyeri pada otot, gerakan sendi yang terbatas dan terjadi pembengkakan. Jika gejala ini dibiarkan maka akan menimbulkan kerusakan permanen (Tayyari & Smith, 1997).

REBA (Rapid Entire Body Assesment)

Rapid Entire Body Assessment dikembangkan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn Mc Atamney merupakan ergonom dari universitas di Nottingham (University of Nottingham’s Institute of Occuptaional Ergonomic). Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini juga dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktifitas pekerja. Penilaian dengan menggunakan REBA tidak membutuhkan waktu yang lama untuk melengkapi dan melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan postur kerja operator (Hignett dan Mc Atamney, 2000).
Metode ergonomi tersebut mengevaluasi postur, kekuatan, aktivitas dan factor coupling yang menimbulkan cidera akibat aktivitas yang berulang–ulang. Penilaian postur kerja dengan metode ini dengan cara pemberian skor resiko antara satu sampai lima belas, yang mana skor tertinggi menandakan level yang mengakibatkan resiko yang besar (bahaya) untuk dilakukan dalam bekerja. Hal ini berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic hazard. REBA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang beresiko dan melakukan perbaikan sesegera mungkin. REBA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti khusus. Ini memudahkan peneliti untuk dapat dilatih dalam melakukan pemeriksaan dan pengukuran tanpa. biaya peralatan tambahan. Pemeriksaan REBA dapat dilakukan di tempat yang terbatas tanpa menggangu pekerja.
Pengembangan REBA terjadi dalam empat tahap. Tahap pertama adalah pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto, tahap kedua adalah penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh pekerja, tahap ketiga adalah penentuan berat benda yang diangkat, penentuan coupling dan penentuan aktivitas pekerja. Dan yang terakhir, tahap keempat adalah perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan. Dengan didapatnya nilai REBA tersebut dapat diketahui level resiko dan kebutuhan akan tindakan yang perlu dilakukan untuk perbaikan kerja. Penilaian postur dan pergerakan kerja menggunakan metode REBA melalui tahapan-tahapan sebagai berikut (Hignett dan McAtamney, 2000):
1.      Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto.
Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya.
2.      Penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh pekerja. Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut dari masing-masing segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh), leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki.
Pada metode REBA segmen-segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher dan kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Dari data sudut segmen tubuh pada masing-masing grup dapat diketahui skornya, kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A dan tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing-masing tabel.

Gambar 2.1 Range Pergerakan Punggung
Berdasarkan gambar 2.1 range pergerakan punggung merupakan gerakan yang dilakukan oleh tubuh saat beraktivitas yang membentuk sudut tubuh. Sumbu tegak lurus atau sumbu y adalah garis sejajar dari tulang belakang manusia.
Tabel 2.1 Skor Pergerakan Punggung
Pergearkan
Skor
Perubahan Skor
Tegak/ alamiah
1
+1 Jika memutar/ miring kesamping
0°- 20° flexion
0°- 20°extention
2
20°-60° flexion
>20° extension
3
>60° flexion
4
Tabel 2.1 pergerakan punggung menjelaskan pembobotan skor dari masing-masing sudut tubuh. Nilai pergerakan 1 diberikan jika pergerakan tubuh pada saat posisi tubuh tegak secara alamiah. Pergerakan tubuh extension maupun flexion yang membentuk sudut mulai dari 0°- 20° bernilai skor sebesar 2, sedangkan pergerakan tubuh membentuk sudut 20°-60° flexion dan lebih dari 20° extension bernilai 3, dan pergerakan yang membentuk sudut lebih dari 60° flexion bernilai skor sebesar 4. Skor-skor tersebut akan mendapatkan tambahan skor sebesar 1 jika saat bergerak membentuk sudut tubuh terjadi gerakan memutar/tiring kesamping.

Gambar 2.2 Range Pergerakan Leher
Gambar 2.2 range pergerakan leher merupakan gambar yang menjelaskan pergerakan yang dilakukan oleh leher manusia saat beraktivitas. Penentuan garis vertikal atau sumbu y pada pergerakan leher berdasarkan garis lurus posisi leher dan kepala, sedangkan garis horizontal atau sumbu x berdasarkan posisi bahu.
Tabel 2.2 Skor Pergerakan Leher
Pergerakan
Skor
Perubahan Skor
- 20° flexion
1
+1 Jika memutar/miring kesamping
>20° flexion atau extension
2
Tabel 2.2 skor pergerakan leher menjelaskan bobot skor dari pergerakan leher yang dilakukan. Pergerakan leher membentuk sudut 0°- 20° flexion bernilai skor sebesar 1, sedangkan pergerakan leher membentuk sudut lebih dari 20° flexion atau extension bernilai skor 2. Skor akan bertambah 1 jika saat bergerak, leher melakukan pergerakan memutar atau miring ke samping.

Gambar 2.3 Pergerakan Kaki
Gambar 2.3 pergerakan kaki merupakan gambar yang menjelaskan pergerakan kaki manusia saat beraktivitas. Terdapat dua pergerakan kaki yang dilakukan yaitu kaki yang tertopang sehingga bobot tersebar merata pada kedua kaki dan kaki yang tidak tertopang atau bobot beban yang tersebar tidak merata.
Tabel 2.3 Skor Pergerakan Kaki
Pergerakan
Skor
Perubahan Skor
Kaki tertopang, bobot tersebar merata, jalan atau duduk
1
+1 Jika lutut antara 30° dan 60° flexion
+2 Jika lutut >60° flexion (tidak ketika duduk)
Kaki tidak tertopang, bobot tersebar merata/ postur tidak stabil
2
Tabel 2.3 skor pergerakan kaki menjelaskan bobot yang diperoleh dari gerakan-gerakan yang dilakukan oleh kaki saat beraktivitas. Pergerakan kaki tertopang atau bobot tersebebar merata pada kedua kaki mendapatkan skor sebesar 1, sedangkan pergerakan kaki tidak tertopang atau bobot tersebar tidak merata mendapatkan skor 2. Skor akan bertambah 1 pada gerakan kaki yang dilakukan apabila lutut kaki membentuk sudut antara 30° dan 60° flexion, sedangan apabila lutut membentuk sudut lebih dari 60° flexion (tidak ketika duduk) akan ditambahkan skor sebesar 2.

Gambar 2.4 Range Pergerakan Lengan Atas
Gambar 2.4 range pergerakan lengan atas yang menunjukkan sudut-sudut gerakan yang dilakukan oleh lengan bagian atas manusia saat beraktivias. Terdapat 4 bagian pembobotan sudut yang dilakukan antara lain untuk 0°-20° flexion maupun axtension dengan bobot skor sebesar 1, pergerakan lengan atas flexion mulai dari 20°-45° dan lebih dari 20° extension berbobot 2, untuk pergerakan lengan atas flexion dengan sudut 45°-90° berbobot skor sebesar 3, dan pergerakan lengan atas yang terakhir adalah pergerakan flexion lebih dari 90° mendapatkan bobot skor sebesar 4.
Tabel 2.4 Skor Pergerakan Lengan Atas
Pergerakan
Skor
Perubahan Skor
20° extension sampai 20° flexion
1
+1 Jika posisi lengan:
-          Adducted
-          Rotated
+1 Jika bahu ditinggikan
+1 jika besandar, bobot lengan ditopang atau sesuai gravitasi
>20° extension
20°-45° flexion
2
45°-90° flexion
3
>90° flexion
4
Bobot skor akan bertambah 1 apabila posisi lengan pada posisi adducted ataupun rotated, jika bahu ditinggikan, dan jika bersandar atau bobot lengan ditopang atau sesuai gravitasi. Tabel 2.4 merupakan rangkuman dari penjelas sebelumnya.

Gambar 2.5 Range Pergerakan Lengan Bawah
Gambar 2.5 range pergerakan lengan bawah menunjukkan pergerakan lengan bawah yang membentuk sudut-sudut tertentu saat bekerja. Terlihat pada tabel 2.5 skor pergerakan lengang bawah.

Tabel 2.5 Skor Pergerakan Lengan Bawah
Pergerakan
Skor
60°-100° flexion
1
<20° flexion atau > 100° flexion
2

Gambar 2.6 pergerkan pergelangan tangan manusia selama proses bekerja yang membentuk sudut-sudut tertentu. Terlihat pada gambar 2.6 sudut-sudut yang terbentuk pada pergelangan tangan.
Gambar 2.6 Pergerakan Pergelangan Tangan
Berdasarkan ilustrasi pada gambar 2.6, maka diuraikan pergerakan yang terjadi pada pergelangan tangan menjadi skor-skor. Tabel 2.6 merupakan rangkuman dari skor terbebut.
Tabel 2.6 Skor Pergerakan Pergelangan Tangan
Pergerakan
Skor
Perubahan Skor
0°-15° flexion/extension
1
+ Jika pergelangan tangan menyimpang/ berputar
15° flexion/ extension
2
Setelah skor-skor pergerakan tubuh didapatkan maka tabel-tabel tersebut digunakan untuk mencari skor REBA pada tabel A maupun B. Tabel 2.7 merupakan tabel untuk mencari skor pada bagian tubuh atas mulai dari pergerakan leher, punggung, sampai dengan posisi kaki. Cara untuk mendapatkan nilai pada tabel A yaitu dengan mengurutkan nilai-nilai yang didapat dari masing-masing segmen pergerakan pada tabel A hingga mendapatkan hasil skor pada tabel tersebut. Skor yang didapatkan pada tabel A akan bertambah apabila beban yang diberikan pada operator saat bekerja memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.
Tabel 2.7 Tabel A


Punggung


1
2
3
4
5
Leher = 1
Kaki





1
1
2
2
3
4
2
2
3
4
5
6
3
3
4
5
6
7
4
4
5
6
7
8
Leher = 2
Kaki





1
1
3
4
5
6
2
2
4
5
6
7
3
3
5
6
7
8
4
4
6
7
8
9
Leher = 3
Kaki





1
3
4
5
6
7
2
3
5
6
7
8
3
5
6
7
8
9
4
6
7
8
9
9
Beban
0
1
2
+1
<5 kg
5-10 kg
>10 kg
Penambahan Beban secara tiba-tiba atau secara cepat
Tabel 2.8 merupakan tabel skor tubuh untuk mencari skor tubuh berdasarkan segmen tubuh lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Cara untuk mencai skor pada tabel B diurutkan skor-skor yang terdapat dari segmen tubuh sehingga didapatkan skor tabel B. Skor yang diperoleh akan bertambah apabila memenuhi syarat-syarat yang terdapat pada coupling saat bekerja.
Tabel 2.8 Tabel B
Tabel 2.8 Tabel B (lanjutan)
Coupling
0 - Good
1 - Fair
2 - Poor
3 - Unacceptable
Pegangan pas dan tepat ditengah, genggaman kuat
Pegangan tangan bias diterimatapi tidak ideal/couping lebih sesuai digunakan oleh bagian lain dari tubuh
Pegangan tangan tidak bisa diterima walaupun memungkinkan
Dipaksakan genggaman yang tidak aman, tanpa pegangan coupling tidak sesuai digunakan oleh bagian lain dari tubuh

Tabel 2.9 merupakan tabel skor REBA yang akan digunakan untuk mengetahui risk level dari kegiatan yang dilakukan manusia saat bekerja. Caranya dengan mengurutkan nilai dari tiap tabel yang telah didapatkan, skor pada tabel C akan bertambah apabila aktivitas yang dilakukan oleh manusia atau pekerja memenuhi kriteria activity score.
Tabel 2.9 Tabel C


Skor A


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Skor B
1
1
1
2
3
4
6
7
8
9
10
11
12
2
1
2
3
4
4
6
7
8
9
10
11
12
3
1
2
3
4
4
6
7
8
9
10
11
12
4
2
3
3
4
5
7
8
9
10
11
11
12
5
3
4
4
5
6
8
9
10
10
11
12
12
6
3
4
5
6
7
8
9
10
10
11
12
12
7
4
5
6
7
8
9
9
10
11
11
12
12
8
5
6
7
8
8
9
10
10
11
12
12
12
9
6
6
7
8
9
10
10
10
11
12
12
12
10
7
7
8
9
9
10
11
11
12
12
12
12
11
7
7
8
9
9
10
11
11
12
12
12
12
12
7
8
8
9
9
10
11
11
12
12
12
12
Activity Skor
+1 Jika 1 atau lebih bagian tubuh statis, ditahan lebih dari 1 menit
+1 Jika pengulangan gerakan dam rentang waktu singkat, diulang lebih dari 4 kali permenit (tidak termasuk berjalan)
+1 Jika gerakan menyebabkan perubahan atau pergeseran atau pergeseran postur yang cepat dari posisi awal


Setelah skor pada tabel C didapatkan maka langkah selajutnya adalah menentukan termasuk kedalam kategori apa kegiatan manusia atau operator yang diamati. Terlihat pada tabel 2.10 yang merupakan rangkuman dari risk level tabel REBA.
Tabel 2.10 Tabel Resiko Ergonomi
REBA Skor
Risk Level
Tindakan
1
Diabaikan
Tidak Diperlukan
2-3
Low
Mungkin Diperlukan
4-7
Medium
Diperlukan
8-10
High
Segera Diperlukan
11-15
Very High
Diperlukan Sekarang