Senin, 02 Juli 2012

Studi Kasus Hak Merk



Apple belum lama ini kalah tuntutan trademark di Cina setelah berusaha menuntut perusahaan Taiwan atas pelanggaran trademark iPad. Apple mendaftarkan keberatannya terhadap Proview Technology. Perusahaan milik Taiwan tersebut telah mendaftarkan trademark iPad pada tahun 2000, jauh sebelum Apple memperkenalkan tablet.

Proview Technology mengatakan akan terus menggunakan nama iPad di Cina dan beberapa negara lain. Saat ini perusahaan tersebut mencari kompensasi sebesar $1,5 miliar dari Apple. Pengadilan di bagian selatan kota Shenzhen Cina menyatakan Apple kekurangan fakta dan bukti pendukung atas klaim bahwa Proview Technology melanggar trademark komputer tablet ikonik perusahaan Amerika Serikat tersebut. Apple sendiri enggan untuk berkomentar saat dihubungi.

Apple membayar GBP 35 ribu untuk hak trademark global pada tahun 2009. Namun Proview Technology (Shenzhen) mempertahankan hak cina. Pada September 2010, Apple mulai menjual iPad di Cina, setelah berbulan-bulan adanya gerakan grey-market di antara pada pembeli yang ingin memiliki produk tersebut namun tidak bersedia menunggu hingga tanggal peluncuran resmi.

Lingkup Cina yang lebih luas, yaitu mencakup Hong Kong dan Taiwan telah menjadi daerah pertumbuhan Apple tercepat.
Kami menyarankan bahwa seharusnya ada tindakan cepat bila ada permasalahan seperti init. Jika kita mempunyai sebuah merek untuk produk yang kita buat sebaiknya langsung mendaftarkan merek tersebut untuk mengantisipasi tindakan kriminal yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Studi Kasus UU Industri



            Pabrik yang memproduksi minuman keras (miras) jenis "Celebes dan Radja`s" ternyata tidak mengantongi izin usaha industri."Hasil penyidikan dilakukan kepolisian, pabrik tersebut tidak memiliki izin usaha industri yang dikeluarkan instansi terkait, kata Kapolda Sulut Brigjen Bekto Suprapto, kepada wartawan, Kamis di Manado terkait penanganan kasus tewasnya dua mahasiswa di Manado yang diduga akibat mengkonsumsi miras tersebut.
Secaraterpisah, Kepala Bidang Humas Polda Sulut, AKBP Benny Bella mengatakan, hasil penyidikan kepolisian, kedua jenis miras tersebut mengandung metanol yang membahayakan bagi tubuh manusia. Kedua jenis miras tersebut diproduksi PT Sumber Jaya Makmur, dan produk Radja`s merupakan minuman beralkohol golongan B dengan kadar 14,5% sementara Celebes minuman beralkohol golongan C dengan kadar 25,1%. 
Dalam penanganan kasus ini, kepolisian telah menetapkan seorang tersangka yakni ML alias Maria yang merupakan pemilik pabrik miras jenis "Celebes dan Raja"s tersebut. Tersangka itu dapat diancam pasal 353 KUHP junto Undang-undang Kesehatan serta Undang-Undang Perdagangan.
Sebelumnya, dua mahasiswa salah sebuah perguruan tinggi di Manado, masing-masing AT alias Astridan RS alias Rocky tewas di duga setelah mengkonsumsi miras tersebut di "Marcopolokafe" dan "Java kafe". Selain itu terdapat dua orang lainnya mengalami gejala kebutaan serta delapan orang mengalami gangguan kesehatan seperti mual-mual dan pusing sehingga harus mendapatkan perawatan intensif dari dokter.
Menurut UU RI No. 05 Tahun 1984 Bab V tentang Izin Usaha Industri Pasal 13 ayat 1 berbunyi, “Setiap pendirian perusahaan industry baru maupun setiap perluasannya wajib memperoleh Izin Usaha Industri”. PT. Sumber Jaya Makmur tersebut jelas telah melanggar undang-undang perindustrian. Sanksi terhadap pelanggaran oleh perusahaan tersebut sebagaimana tertulis dalam UU RI No. 05 Tahun 1984 pasal 24 ayat 1, yaitu Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal13 ayat (1) danPasal 14 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 5(lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.

Rabu, 06 Juni 2012

Mumifikasi ala NUSA Tenggara


KAUM bangsawan Sumba mempunyai tradisi untuk menyimpan mayat bertahun-tahun di rumah adat. Agar mayat tetap awet membutuhkan pangawet. Dewasa ini kebanyakan orang menggunakan zat pengawet kimia atau formalin. Bagi orang Sumba, formalin hanya merupakan tambahan dan baru dikenal dalam satu dasawarsa terakhir. Apa rahasia menyimpan mayat bertahun-tahun agar tidak bau?
Pos Kupang mencoba menggali rahasia para leluhur Sumba tersebut dari Ny. Rambu Ana Pura Woha. Menurut Rambu Ana, sebelum mengenal formalin, orang Sumba biasa menggunakan metode pengawetan tradisional. Pengawetan tradisonal itu bermacam-macam. Ada yang menggunakan kapur sirih dicampur tembakau atau daun teh. Tetapi, yang sering digunakan adalah kapur sirih dan tembakau. Untuk lebih bertahan lama, mayat ditambah daun bidara atau dalam bahasa setempat disebut daun kom. Ada juga yang hanya menyelimuti mayat dengan ratusan lembar kain adat. Menurut beberapa tokoh adat Sumba, kain adat Sumba yang menggunakan zat pewarna asli dari tumbuh-tumbuhan sudah mengandung pengawet alami. Jadi, bau mayat akan terserap oleh kain yang dibungkuskan pada jenazah.
Untuk pengawetan metode pertama, jelas Rambu Ana, dilakukan dengan cara menyiram kapur sirih di atas kain yang digunakan sebagai alas mayat atau pembungkus mayat. Setelah kain pertama yang ditabur kapur sirih dan tembakau, dilapisi lagi kain kedua. Kapur sirih dan tembakau ini yang akan menyerap bau, bahkan membuat jenazah kering. Setelah dibaringkan di atas lapisan yang ditabur kapur sirih, pusar jenazah ditutupi dengan cairan daun kom atau bidara yang sudah dikunyah.
Tidak sembarang orang bisa mengunyah daun kom yang akan ditaruh di pusar jenazah. Jika yang meninggal adalah lelaki tua, maka daun kom harus diambil dan dikunyah oleh perempuan muda. Cara mengambil daun kom juga menggunakan mulut seperti kambing. Daun kom itu dikunyah sampai halus dan diletakan di pusar jenazah. Demikian juga sebaliknya jika yang meninggal perempuan tua, maka yang mengambil dan mengunyah daun kom atau bidara adalah lelaki muda.
Bagaimana jika yang meninggal adalah lelaki muda atau perempuan muda? Rambu Ana mengatakan, yang mengambil dan mengunyah daun kom adalah lelaki atau perempuan tua. Daun kom ini, jelas Rambu Ana, mampu mengempiskan perut jenazah atau mayat. Rambu Ana mengatakan, secara logika memang tidak ada hubungannya. Namun, pengalaman telah membuktikan metode tersebut berhasil.
Cara itu selama ini sering digunakan untuk mengawetkan mayat. Jika ingin awet lebih lama, bisa juga ditambahkan dengan air garam dan cuka nira. Caranya, rebus cuka nira, campur dengan garam sebanyak-banyaknya setelah itu diminumkan ke mayat dengan cara mengangkat kepala jenazah kemudian menuangkan air cuka campur garam ke dalam mulut mayat, kepala jenazah dibaringkan lagi. Ini dilakukan berulang-ulang hingga satu gelas air cuka campur garam habis. Namun sebelum air garam cuka diminumkan ke jenazah, jenazah harus dalam keadaan bersih. Yang dimaksud bersih, katanya, seluruh kotoran yang ada dalam perut jenazah harus dikeluarkan semua. Cara ini ternyata mampu untuk mengawetkan jenazah.
Rambu Ana mengatakan, tidak semua orang menggunakan cara ini karena saat ini lebih mudah menggunakan formalin yang mudah didapatkan di apotek. Beberapa tokoh masyarakat Sumba, di nya, Umbu Mbani Awang, mengatakan, selain dengan kapur sirih dan tembakau, pengawetan mayat bisa dilakukan dengan tepung kopi. Caranya sama seperti kapur sirih dan tembakau.

Referensihttp://bali-nusa-tenggara.infogue.com/mengawetkan_mayat_di_sumba

Jumat, 25 Mei 2012

Kasus Hak Paten

Awal penemuan mesin Jahit
Pada tahun 1755, seorang imigran Jerman, Charles Weisenthal, yang tiggal di Inggris, mematenkan penemuan jarumnya yang khusus dirancangnya untuk sebuah mesin. Sayangnya patennya tidak merinci mesin yang menggunakan jarum tersebut.
Berikutnya, seorang pembuat lemari asal Inggris, Thomas Saint yang juga mematenkan mesin jahit di tahun 1790. Tidak diketahui apa Saint benar-benar membuat prototipe mesin yang digunakan pada saat itu, atau hanya sekedar mematenkan agar mendapatkan royalti, kelak jika mesin itu bisa dibuat. Yang pasti, Thomas Saint merinci dalam patennya sebuah benda tajam yang dapat membuat lubang pada kulit dan memasukkan jarum pada lubang yang ada. Selangkah lebih maju dari Weisenthal. Namun reproduksi temuan Saint itu ternyata tidak bisa beroperasi.
Perkara Paten ini juga dilupakan oleh Balthasar Krems. Warga berkebangsaan Jerman ini menemukan mesin otomatis untuk menjahit topi di tahun 1810. Dia tidak mematenkan temuanya dan konon mesinnya tiadak pernah berfungsi dengan baik. Upaya untuk membuat mesin jahit memang tidak pernah pudar. Banyak pula yang akhirnya menyebabkan perang paten. Namun tidak sedikit pula yang berakhir dengan kegagalan. Contohnya John Adams Doge dan John Knowles dari Amerika. Mereka berdua membuat mesin jahit pada tahun 1818 namun ujung-ujungnya mesin itu gagal saat digunakan untuk menjahit sejumlah kain.
Mesin Jahit yang bisa berfungsi diciptakan oleh Barthelemy Thimonier pada tahun 1830. Mesin ini hanya menggunakan satu benang dan sebuah jarum kait seperti jarum bordir atau sulam. Sayangnya, temeuan ini tidak memperoleh sambutan baik dari masyarakat. Bahkan dirinya hampir terbunuh ketika sejumlah penjahit membakar pabrik garmen miliknya karena takut tersaingi dan menimbulkan pengangguran akibat temuan mesin jahitnya.
Kembali seorang Amerika mencoba membuat mesin jahit dan sukses ditahun 1834, yang bernama Walter Hunt. Namun anehnya, dia tidak merasa bahagia dengan temuannya, karena dia merasa temuannya akan menimbulkan pengangguran.

Mesin Jahit Elias Howe
Puncak penemuan mesin jahit terjadi di Amerika Serikat yang ditemukan oleh Elias Howe. Mesin buatannya menggunakan dua benang dari arah berlawanan dan memiliki jarum berlubang untuk benang di bagian ujung. Jarum itu didesak menembus kain dan membuat semacam lengkungan benang di sisi bawah kain. Sebuah benang dari arah lain disisipkan ke dalam lengkungan tadi. Lalu kedua benang membuat jalinan yang mengunci kain. Kabarnya temuan ini inspirasi dari mimpinya. Dalam mimpinya, perut Howe ditusuk oleh seorang kanibal dengan tombak dalam tidurnya. Bentuk ujung tombak inilah yang dijadikan inspirasi buat menciptakan jarum yang sudah lama dicarinya.

Perang Paten mesin jahit
Namun setelah penemuannya, Howe dihadapkan pada masalah dengan mempertahankan paten dan memasarkan temuannya. Akhirnya dia berjuang selama sembilan tahun. Perang paten sendiri pecah ketika Isaac Singer menemukan mekanisme naik turun pada mesin jahit dan Allen Wilson mengembangkan alat kait pemintal berputar. Mesin jahit belum menjadi barang produksi massal hingga tahun 1850-an. Setelah Isaac Singer berhasil membuat mesin jahit dengan jarum jahit yang bisa digerakkan kayuhan pedal kaki, maka kesuksesan penjualan mesin jahit secara komersial terbuka. Sebelumnya, mesin jahit terdahulu menggerakkan jarumnya dari pinggir dan digerakkan dengan tangan.
Bagaimanapun, mesin Isaac Singer menerapkan mekanisme jalinan dua benang yang dipatenkan Howe. Maka Elias Howe menuntut Isaac Singer atas paten yang serupa dan berhasil memenangkan perkaranya pada tahun 1854. Sebenarnya Walter Hunt menerapkan jalinan benang dari dua sumber benang dan jarum berlubang. Namun pengadilan memutuskan paten jatuh ketangan Howe setelah Hunt membatalkan patennya.
Jika Hunt tetap mematenkan temuannya, Elias Howe dapat dikalahkan dalam perkaranya dengan Isaac Singer. Maka atas kekalahan itu, Isaac Singer harus membayar royalti paten Elias Howe. Jika saja paten yang dimiliki warga Inggris, John Fisher ditahun 1844 itu tidak hilang, maka Fischer akan terlibat dalam perang paten mesin jahit. Pasalnya mesin renda buatannya menerapkan mekanisme yang serupa dengan mesin Howe maupun Singer.
Keberhasilan dalam mempertahankan hak atas patennya membuat keuntungan Elias Howe melonjak tajam. Pendapatan tahunannya yang semula 300 dolar Amerika menjadi lebih dari 200.000 dolar AS per tahun untuk saat itu. Dalam kurun waktu 14 tahun (1854-1867), Howe mengumpulkan dana hingga 2 juta dolar AS atas temuannya. Ia lantas menyisihkan sebagian kekayaannya selama Perang Saudara Amerika bagi Pasukan Infantri dan sebagian lagi sumbangan atas nama pribadi.


Referensi : http://id.wikipedia.org/wiki/Mesin_jahit

Hak Paten



Definisi Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1). Sementara itu, arti Invensi dan Inventor (yang terdapat dalam pengertian di atas, juga menurut undang-undang tersebut, adalah):
·         Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 2)
·         Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 3)
Kata paten, berasal dari bahasa inggris patent, yang awalnya berasal dari kata patere yang berarti membuka diri (untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari definisi kata paten itu sendiri, konsep paten mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang harus melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap sebagai hak monopoli.



HAK YANG DIPATENKAN

Saat ini terdapat beberapa perjanjian internasional yang mengatur tentang hukum paten. Antara lain, WTO Perjanjian TRIPs yang diikuti hampir semua Negara. Pemberian hak paten bersifat teritorial, yaitu, mengikat hanya dalam lokasi tertentu. Dengan demikian, untuk mendapatkan perlindungan paten di beberapa negara atau wilayah, seseorang harus mengajukan aplikasi paten di masing-masing negara atau wilayah tersebut. Untuk wilayah Eropa, seseorang dapat mengajukan satu aplikasi paten ke Kantor Paten Eropa, yang jika sukses, sang pengaju aplikasi akan mendapatkan multiple paten (hingga 36 paten, masing-masing untuk setiap negara di Eropa), bukannya satu paten yang berlaku di seluruh wilayah Eropa.
Secara umum, ada tiga kategori besar mengenai subjek yang dapat dipatenkan: proses, mesin, dan barang yang diproduksi dan digunakan. Proses mencakup algoritma, metode bisnis, sebagian besar perangkat lunak (software), teknik medis, teknik olahraga dan semacamnya. Mesin mencakup alat dan aparatus.
Barang yang diproduksi mencakup perangkat mekanik, perangkat elektronik dan komposisi materi seperti kimia, obat-obatan, DNA, RNA, dan sebagainya. Khusus Sel punca embrionik manusia (human embryonic stem atau hES) tidak bisa dipatenkan di Uni Eropa.
Kebenaran matematika, termasuk yang tidak dapat dipatenkan. Software yang menerapkan algoritma juga tidak dapat dipatenkan kecuali terdapat aplikasi praktis (di Amerika Serikat) atau efek teknikalnya (di Eropa).
Saat ini, masalah paten perangkat lunak (dan juga metode bisnis) masih merupakan subjek yang sangat kontroversial. Amerika Serikat dalam beberapa kasus hukum di sana, mengijinkan paten untuk software dan metode bisnis, sementara di Eropa, software dianggap tidak bisa dipatenkan, meski beberapa invensi yang menggunakan software masih tetap dapat dipatenkan.
Paten yang berhubungan dengan zat alamiah (misalnya zat yang ditemukan di hutan rimba) dan juga obat-obatan, teknik penanganan medis dan juga sekuens genetik, termasuk juga subjek yang kontroversial. Di berbagai negara, terdapat perbedaan dalam menangani subjek yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya, di Amerika Serikat, metode bedah dapat dipatenkan, namun hak paten ini mendapat pertentangan dalam prakteknya. Mengingat sesuai prinsip sumpah Hipokrates (Hippocratic Oath), dokter wajib membagi pengalaman dan keahliannya secara bebas kepada koleganya. Sehingga pada tahun 1994, The American Medical Association (AMA) House of Delegates mengajukan nota keberatan terhadap aplikasi paten ini.
Di Indonesia, syarat hasil temuan yang akan dipatenkan adalah baru (belum pernah diungkapkan sebelumnya), mengandung langkah inventif (tidak dapat diduga sebelumnya), dan dapat diterapkan dalam industri. Jangka waktu perlindungan untuk paten ‘biasa’ adalah 20 tahun, sementara paten sederhana adalah 10 tahun. Paten tidak dapat diperpanjang. Untuk memastikan teknologi yang diteliti belum dipatenkan oleh pihak lain dan layak dipatenkan, dapat dilakukan penelusuran dokumen paten. Ada beberapa kasus khusus penemuan yang tidak diperkenankan mendapat perlindungan paten, yaitu proses / produk yang pelaksanaannya bertentangan dengan undang-undang, moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan; metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan; serta teori dan metode di bidang matematika dan ilmu pengetahuan, yakni semua makhluk hidup, kecuali jasad renik, dan proses biologis penting untuk produksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses mikro-biologis.

·      Invensi
Adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.

·      Inventor atau pemegang Paten
Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi. Pemegang paten adalah inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam daftar umum paten.

·      Hak yang dimiliki oleh pemegang Paten
Pemegang hak paten memiliki hak eklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya :
a. Dalam hal Paten Produk : membuat, menjual, mengimpor, menyewa, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk di jual atau disewakan atau diserahkan produk yang di beri paten.
b. Dalam hal Paten Proses : Menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya
c. Pemegang Paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain berdasarkan surat perjanjian lisensi.
d. Pemegang Paten berhak menggugat ganti rugi melalui pengadilan negeri setempat, kepada siapapun, yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 di atas.
e. Pemegang Paten berhak menuntut orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam butir 1 di atas.

·      Pengajuan Permohonan Paten
Paten diberikan atas dasar permohonan dan memenuhi persyaratan administratif dan subtantif sebagaimana diatur dalam Undang-undang Paten.

·      Sistem First to File
Adalah suatu sistem pemberian Paten yang menganut mekanisme bahwa seseorang yang pertamakali mengajukan permohonan dianggap sebagai pemegang Paten, bila semua persyaratannya dipenuhi.

·      Kapan sebaiknya permohonan Paten diajukan ?
Suatu permohonan Paten sebaiknya diajukan secepat mungkin, mengingat sistem Paten Indonesia menganut sistem First to File. Akan tetapi pada saat pengajuan, uraian lengkap penemuan harus secara lengkap menguraikan atau mengungkapkan penemuan tersebut.

·    Hal-hal yang sebaiknya dilakukan oleh seorang Inventor sebelum mengajukan permohonan Paten ?
a. Melakukan penelusuran. Tahapan ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang teknologi terdahulu dalam bidang invensi yang sama (state of the art) yang memungkinkan adanya kaitannya dengan invensi yang akan diajukan. Melalui informasi teknologi terdahulu tersebut maka inventor dapat melihat perbedaan antara invensi yang akan diajukan permohonan Patennya dengan teknologi terdahulu.
b. Melakukan Analisis. tahapan ini dimaksudkan untuk menganalisis apakah ada ciri khusus dari invensi yang akan diajukan permohonan Patennya dibandingkan dengan Invensi terdahulu.
c. Mengambil Keputusan. Jika invensi yang dihasilkan tersebut mempunyai ciri teknis dibandingkan dengan teknologi terdahulu, maka invensi tersebut sebaiknya diajukkan permohonan Patennya.Sebaliknya jika tidak ditemukan ciri khusus, maka invensi tersebut sebaiknya tidak perlu diajukan untuk menghindari kerugian dari biaya pengajuan permohonan Paten.


Referensi : http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_paten

Minggu, 20 Mei 2012

Tanggapan Hak cipta

BAB III
STUDI KASUS



Di Indonesia seseorang dengan mudah dapat memfoto kopi sebuah buku, padahal dalam buku tersebut melekat hak cipta yang dimiliki oleh pengarang atau orang yang ditunjuk oleh pengarang sehingga apabila kegiatan foto kopi dilakukan dan tanpa memperoleh izin dari pemegang hak cipta maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta. Lain lagi dengan kegiatan penyewaan buku di taman bacaan, masyarakat dan pengelola taman bacaan tidak sadar bahwa kegiatan penyewaan buku semacam ini merupakan bentuk pelanggaran hak cipta. Apalagi saat ini bisnis taman bacaan saat ini tumbuh subur dibeberapa kota di Indonesia, termasuk Yogyakarta. Di Yogyakarta dapat dengan mudah ditemukan taman bacaan yang menyediakan berbagai terbitan untuk disewakan kepada masyarakat yang membutuhkan. Kedua contoh tersebut merupakan contoh kecil dari praktek pelanggaran hak cipta yang sering dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat tidak menyadari bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah bentuk dari pelanggaran hak cipta.

Padahal jika praktek seperti ini diteruskan maka akan membunuh kreatifitas pengarang. Pengarang akan enggan untuk menulis karena hasil karyanya selalu dibajak sehingga dia merasa dirugikan baik secara moril maupun materil. Pengarang atau penulis mungkin akan memilih profesi lain yang lebih menghasilkan. Selain itu kurang tegasnya penegakan hak cipta dapat memotivasi kegiatan plagiasi di Tanah Air. Kita tentu pernah mendengar gelar kesarjanaan seseorang dicopot karena meniru tugas akhir karya orang lain.
Mendarah dagingnya kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai lembaga pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan kegiatan pelanggaran hak cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta. Contoh konkrinya adalah perpustakaan, lembaga ini sebenarnya rentan akan pelanggaran hak cipta apabila tidak paham mengenai konsep hak cipta itu sendiri. Plagiasi, Digitalisasi koleksi dan layanan foto kopi merupakan topik-topik yang bersinggungan di hak cipta. Akan tetapi selain rentan dengan pelanggaran hak cipta justru lembaga ini dapat dijadikan sebagai media sosialisasi hak cipta sehingga dapat menimalkan tingkat pelanggaran hak cipta di Tanah Air.

Perpustakaan menghimpun dan melayankan berbagai bentuk karya yang dilindungi hak ciptanya. Buku, jurnal, majalah, ceramah, pidato, peta, foto, tugas akhir, gambar adalah sebagai format koleksi perpustakaan yang didalamnya melekat hak cipta. Dengan demikian maka perpustakaan sebenarnya sangat erat hubungannya dengan hak cipta. Bagaimana, tidak di dalam berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan melekat hak cipta yang perlu dihormati dan dijaga oleh perpustakaan. Jika tidak berhati-hati atau memiliki rambu-rambu yang jelas dalam pelayanan perpustakaan justru perpustakaan dapat menyuburkan praktek pelanggaran hak cipta.
Untuk itu dalam melayankan berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan, maka perpustakaan perlu berhati-hati agar layanan yang diberikannya kepada masyarakat bukan merupakan salah satu bentuk praktek pelanggaran hak cipta. Dan idealnya perpustakaan dapat dijadikan sebagai teladan dalam penegakan hak cipta dan sosialisasi tentang hak cipta.
Layanan foto kopi, digitalisasi koleksi serta maraknya plagiasi karya tulis merupakan isu serta layanan perpustakaan yang terkait dengan hak cipta. Perpustakaan perlu memberikan pembatasan yang jelas mengenai layanan foto kopi sehingga layanan ini tidak dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak cipta. Dalam kegiatan digitalisasi koleksi, perpustakaan juga perlu berhati-hati agar kegiatan yang dilakukan tidak melanggar hak cipta pengarang. Selain itu perpustakaan juga perlu menangani plagiasi karya tulis dengan berbagai strategi jitu dan bukan dengan cara proteksi koleksi tersebut sehingga tidak dapat diakses oleh pengguna perpustakaan.

Praktek Foto kopi dapat dikategorikan sebagai tindakan pelanggaran hak cipta. Hal ini disebabkan karena foto kopi berarti memperbanyak suatu karya tanpa izin dari pengarang dan menerima keuntungan ekonomi atas jasa foto kopi yang diberikan.

Kegiatan foto kopi di perpustakaan dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu foto kopi untuk pengadaan koleksi perpustakaan serta layanan foto kopi yang disediakan bagi pengguna perpustakaan. Kegiatan foto kopi untuk pengadaan koleksi perpustakaan bertujuan untuk memenuhi kepentingan perpustakaan, sedangkan layanan foto kopi bagi pengguna perpustakaan bertujuan untuk memudahkan pengguna perpustakaan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sering dijumpai koleksi perpustakaan yang merupakan hasil foto kopi. Padahal kegiatan foto kopi ini merupakan suatu bentuk pelanggaran hak cipta. Hal ini disebabkan oleh masalah klasik yang selalu dihadapi perpustakaan yaitu keterbatasan dana. Perpustakaan idealnya mampu menjadi institusi pelopor penegakan hak cipta. Kalaupun suatu koleksi perpustakaan terpaksa difoto kopi itu didasarkan pada alasan bahwa buku tersebut tidak ada d ipasaran dan tidak akan dicetak lagi oleh penerbit atau buku tersebut merupakan buku asing. Buku-buku asing harganya sangat mahal sehingga dalam kegiatan pengadaan perpustakaan cukup membeli satu eksemplar buku asing tersebut kemudia jumlahnya diperbanyak dengan di foto kopi.

Untuk kegiatan layanan foto kopi bagi pengguna perpustakaan, sebagai bentuk penghormatan terhadap hak cipta maka apabila pengguna ingin memfoto kopi sebuah buku pengguna tersebut disarankan untuk mencari buku yang dibutuhkan di toko buku. Apabila buku yang dibutuhkan tidak ada di toko buku baru buku tersebut diizinkan untuk difoto kopi dengan segala resiko menjadi tanggung jawab pengguna perpustakaan tadi.

Dengan berbagai usaha diatas, maka perpustakaan telah berpartisipasi dalam penegakan hak cipta. Jangan sampai karena alasan mudahnya masyarakat memfoto kopi buku menyebabkan para pengarang enggan menulis. Hal ini tentu akan berdampak terhadap produktivitas penerbitan buku-buku berkualitas di perpustakaan serta menghambat usaha pencerdasan bangsa. Usaha ini memang belum banyak disadari oleh perpustakaan dan perpustakaan dimana kita bekerja dapat memulainya sebagai bentuk penghormatan kepada hak cipta.

Minimalisasi plagiasi
Praktek plagiasi di Indonesia untuk memperoleh gelar mulai dari sarjana sampai professor pernah terjadi. Hal ini terjadi menunjukkan sikap masyarakat yang kurang menghargai karya orang lain. Untuk meminimalkan terjadinya praktek plagiasi, berbagai perpustakaan memiliki strategi tersendiri. Ada perpustakaan yang melakukan proteksi berlebih terhadap tugas akhir sivitas akademiknya sehingga tidak mengizinkan pengguna mengakses ruangan tersebut. koleksi tugas akhir diberlakukan layaknya benda pusaka yang tidak boleh disentuh, padahal tugas akhir merupakan karya ilmiah yang akan bermanfaat apabila banyak orang yang dapat mengaksesnya atau dengan katalain eksistensi koleksi tersebut tidak percuma. Ada juga perpustakaan yang memberikan izin kepada pengguna untuk mengakses koleksi tugas akhir dan bahkan memfoto kopi koleksi tugas akhir tersebut.

Semua perpustakaan memiliki kebijakan tersendiri dengan pertimbingan tertentu dan dalam kasus ini tidak ada yang benar atau salah. Akan tetapi kebijakan apapun yang diterapkan setidaknya mengedepankan azas manfaat dari keberadaan suatu koleksi. Perpustakaan tidak perlu takut koleksi yang dimiliki akan dijiplak apabila memiliki sistem yang mampu mentedeksi kegiatan plagiasi sejak dini. Caranya dengan memiliki sistem temu kembali informasi yang memungkinkan mengetahui isi keseluruhan dari tugas akhir, laporan penelitian atau koleksi perpustakaan lainnya. Dengan katalain katalog yang dimiliki perpustakaan dilengkapi dengan abstrak. Kemudian katalog tersebut publikasikan melalui internet (katalog online) yang memungkinkan setiap orang mengakses katalog tersebut tanpa dihalangi oleh waktu dan tempat. Apabila setiap orang dapat mengakses katalog yang memungkinkan masyarakat mengetahui isi suatu tugas akhir atau karya ilmiah lainnya, maka ini merupakan suatu bentuk control sosial. Kontrol sosial ini akan memaksa orang berpikir dua kali untuk melakukan plagiasi karena dengan karena dari katalog online tersebut dapat dengan mudah diketahui suatu karya hasil plagiasi atau bukan.

Selain itu perpustakaan juga dapat menyisipkan materi teknik penulisan dan hak cipta dalam kegiatan pendidikan pemakai yang dilaksanakan perpustakaan. Terkadang mahasiswa tidak mengetahui bahwa karya tulisannya termasuk kedalam kategori karya hasil plagiat karena tidak mengetahui bagaimana teknik penulisan karya ilmiah yang benar, misalnya dengan mencantumkan referensi dari setiap kutipan yang digunakan dalam karya ilmiah yang disusunnya. Perpustakaan juga dapat menyelipkan materi mengenai hak cipta dalam kegiatan pendidikan pemakai sehingga semakin memotivasi penggun perpustakaan untuk sadar hak cipta.


Dari studi kasus diatas dapat di lihat bahwa hak cipta adalah senjata pengaman bagi perlindungan karya cipta sebagai suatu karya yang berharga agar tidak terjadi plagianisme atau "COPAS". Karena kopas merupakan suatu tindakan yang sangat merugikan bukan untuk pencipta saja melainkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam karya cipta tersebut. Dengan adanya Hak cipta secara tidak langsung kita diwajibka untuk bersikap dan bertindak kreatif, inovatif, dan menjunjung rasa malu berplagianisme dalam menghasilkan suatu karya. Dengan begitu tidak akan ada lagi permasalahan-permasalahan pelanggaran hak cipta.

Senin, 07 Mei 2012

Masalah dan Potensi Generasi Muda

Pemuda merupakan suatu generasi harapan bangsa. Pemuda diharapkan dapat menjadi generasi penerus yang akan melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya dalam hal pembangunan secara terus-menerus.Dan apabila hal ini tidak ditanggapi dengan serius maka generasi muda akan kehilangan fungsinya sebagai penerus pembangunan bangsa.
 Namun di zaman sekarang ini banyak sekali permasalahan yang timbul ditengah-tengah masyarakat seperti:
Menurunnya rasa idealisme,patriotisme dan nasionalisme dikalangan masyarakat termasuk generasi muda. Tidak adanya keseimbangan antara jumlah generasi muda dan fasilitas pendidikan yang menyebabkan    banyaknya anak putus sekolah dan hal ini memberi dampak yang buruk bagi bangsa. Kurangnya lapangan kerja yang menyebabkan tingginya tingkat pengangguran.
Kurangnya gizi yang cukup yang menyebabkan penurunan kecerdasan dan pertumbuhan badan dikalangan generasi muda. Banyaknya pernikahan dini atau dibawah umur yang kebanyakan terdapat di daerah pedesaan semakin maraknya pergaulan bebas yang terjadi dikalangan generasi muda yang berdampak pada penyalahgunaan narkotika Belum adanya peraturan perundangan yang menyangkut generasi muda.
Maka dari itu pemerintah dan masyarakat secara gotong royong mengatasi masalah-masalah ini dengan melihat beberapa potensi yang dimiliki oleh generasi muda yang perlu dikembangkan,antara lain:
Optimis dan kegairahan semangat
Patriotisme dan nasionalisme
Kemampuan penguasaan ilmu dan teknologi
Sikap ksatria
Keaneka ragaman dalam persatuan dan kesatuan
Dinamika dan kreatifitas
Terdidik
Keberanian mengambil resiko
Dan apabila segala potensi diatas dapat dikembangkan secara maksimal,maka akan tercipta generasi muda yang dapat memajukan bangsa.Dan juga dapat mewujudkan cita-cita yang diharapkan oleh seluruh masyarakat.
  
Sumber:

Jumat, 20 April 2012

Undang-Undang Hak Cipta


BAB I
PENDAHULUAN


1.1       Latar Belakang
Pelanggaran Hak Cipta (Intellectual Property Copyright’s violation) Hak Cipta pertama kali disahkan pada tahun 1981 oleh Mahkamah Agung Amerika setelah kasus Diamond Vs Diehr bergulir. Pembajakan dan pelanggaran hak cipta tampaknya telah mendarah daging di masyarakat Indonesia. Terkadang masyarakat sendiri tidak menyadari, bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah suatu bentuk pelanggaran hak cipta. Bahkan, kegiatan pelanggaran hak cipta seperti tindakan legal yang setiap orang boleh melakukannya.
Di Indonesia seseorang dengan mudah dapat memfoto kopi sebuah buku, padahal dalam buku tersebut melekat hak cipta yang dimiliki oleh pengarang atau orang yang ditunjuk oleh pengarang sehingga apabila kegiatan foto kopi dilakukan dan tanpa memperoleh izin dari pemegang hak cipta maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta. Lain lagi dengan kegiatan penyewaan buku di taman bacaan, masyarakat dan pengelola taman bacaan tidak sadar bahwa kegiatan penyewaan buku semacam ini merupakan bentuk pelanggaran hak cipta. Apalagi saat ini bisnis taman bacaan saat ini tumbuh subur dibeberapa kota di Indonesia, termasuk Yogyakarta. Di Yogyakarta dapat dengan mudah ditemukan taman bacaan yang menyediakan berbagai terbitan untuk disewakan kepada masyarakat yang membutuhkan. Kedua contoh tersebut merupakan contoh kecil dari praktek pelanggaran hak cipta yang sering dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat tidak menyadari bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah bentuk dari pelanggaran hak cipta.
Mendarah dagingnya kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai lembaga pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan kegiatan pelanggaran hak cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta.

1.2       Perumusan Masalah

Penulisan dalam makalah ini akan membahas hal – hal yang berhubungan dengan Hak Kekayaan Intelektual seperti:
− Definisi hak cipta
− Dasar hukum Hak cipta
− Jenis-jenis Hak Kekayaan Intelektual
− Kasus Hak Kekayaan Intelektual
− Dampak pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual
− Pembatasan hak cipta

BAB II
DASAR TEORI


2.1          Pengertian Hak Cipta
Definisi tentang hak cipta dapat ditemui diberbagai literature, dan salah satunya dapat ditemukan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, dalam pasal 1 ayat 1 disebutkah bahwa hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak eklusif disini mengandung pengertian bahwa tidak ada pihak lain yang boleh melakukan kegiatan pengumuman atau memperbanyak karya cipta tanpa seizin pencipta, apalagi kegiatan tersebut bersifat komersil.
         
2.2          Fungsi dan sifat hak cipta
Berdasarkan pasal 2 undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak cipta, hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya yang timbul untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut undang-undang yang berlaku.
Sementara itu, berdasarkan pasal 5 sampai dengan pasal 11 undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta, yang dimaksud dengan pencipta adalah sebagai berikut:
1.       Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta ialah orang yang memimpin sareta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu dalam hal tidak ada orang tersebut yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi hak cipta masing-masing atas bagian ciptaannya itu.
2.       Jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, penciptanya adalah orang yang merancang ciptaan itu.
3.       Pemegang hak cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pencipta apabila penggunaan ciptaan itu diperluas sampai keluar hubungan dinas.
4.       Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai pencipta dan pemegang hak cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.
5.       Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa ciptaan berasal dari padanya dengan tidak menyebutkan seseorang sebagai penciptanya, badan hukum tersebut dianggap sebagai penciptanya, kecuali jika terbukti sebaliknya.
Ciptaan yang dilindungi
Dalam undang-undang ini,ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan,seni,dan sastra yang mencakup
a. Buku,program,dan semua hasil karya tulis lain;
b. Ceramah,kuliah,pidato,dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. Drama atau drama musical,tari,koreografi,pewayangan,dan pantonim;
f. Seni rupa dalam segala bentuk,seperti seni lukis,gambar,seni ukir,seni kaligrafi,seni pahat,seni patung,kolase,dan seni terapan;
g. Arsitrektur;
h. Peta
i. Seni batik;
j. Fotograpi
k. Sinematografi
l. Tterjemahan,tafsir,saduran,bunga rampai,database dan karya lain dari hasil pengalih pewujudan;
Sementara itu,yang tidak ada hak cipta meliputi
a. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
b. peraturan perundang-undangan;
c. pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah
d. putusan pengadilan atau penetapan haki; atau
e. keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.

2.3       Dasar Hukum
            Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

          

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2002
TENTANG
HAK CIPTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:
1.      bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnik/suku bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-pengembangannya yang memerlukan perlindungan Hak Cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut;
2.      bahwa Indonesia telah menjadi anggota berbagai konvensi/perjanjian internasional di bidang hak kekayaan intelektual pada umumnya dan Hak Cipta pada khususnya yang memerlukan pengejawantahan lebih lanjut dalam sistem hukum nasionalnya;
3.      bahwa perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi Pencipta dan Pemilik Hak Terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas;
4.      bahwa dengan memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Hak Cipta yang ada, dipandang perlu untuk menetapkan Undang-undang Hak Cipta yang baru menggantikan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997;
5.      bahwa berdasarkan pertimbangan seb agaimana tersebut dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, dibutuhkan Undang-undang tentang Hak Cipta.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 28 C ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564).

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
UNDANG-UNDANG TENTANG HAK CIPTA.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.      Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.      Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama -sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
3.      Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
4.      Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
5.      Pengumuman adalah pem bacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
6.      Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
7.      Potret adalah gambar dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama bagian tubuh lainnya ataupun tidak, yang diciptakan dengan cara dan alat apa pun.
8.      Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabun gkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
9.      Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya, dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.
10.  Pelaku adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya.
11.  Produser Rekaman Suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perek aman suara atau perekaman bunyi lainnya.
12.  Lembaga Penyiaran adalah organisasi penyelenggara siaran yang berbentuk badan hukum, yang melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau melalui sistem elektromagnetik.
13.  Permohonan adalah Permohonan pendaftaran Ciptaan yang diajukan oleh pemohon kepada Direktorat Jenderal.
14.  Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
15.  Kuasa adalah konsultan Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-undang ini.
16.  Menteri adalah Menteri yang membawahkan departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Hak Cipta.
17.  Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.

2.4
       Ketentuan Pidana
Pasal 72
1.      Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2.      Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3.      Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
4.      Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
5.      Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 aya t (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
6.      Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
7.      Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
8.      Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
9.      Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).




BAB III
STUDI KASUS

 3.1          Studi Kasus
   Di Indonesia seseorang dengan mudah dapat memfoto kopi sebuah buku, padahal dalam buku tersebut melekat hak cipta yang dimiliki oleh pengarang atau orang yang ditunjuk oleh pengarang sehingga apabila kegiatan foto kopi dilakukan dan tanpa memperoleh izin dari pemegang hak cipta maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta. Lain lagi dengan kegiatan penyewaan buku di taman bacaan, masyarakat dan pengelola taman bacaan tidak sadar bahwa kegiatan penyewaan buku semacam ini merupakan bentuk pelanggaran hak cipta. Apalagi saat ini bisnis taman bacaan saat ini tumbuh subur dibeberapa kota di Indonesia, termasuk Yogyakarta. Di Yogyakarta dapat dengan mudah ditemukan taman bacaan yang menyediakan berbagai terbitan untuk disewakan kepada masyarakat yang membutuhkan. Kedua contoh tersebut merupakan contoh kecil dari praktek pelanggaran hak cipta yang sering dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat tidak menyadari bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah bentuk dari pelanggaran hak cipta.
Padahal jika praktek seperti ini diteruskan maka akan membunuh kreatifitas pengarang. Pengarang akan enggan untuk menulis karena hasil karyanya selalu dibajak sehingga dia merasa dirugikan baik secara moril maupun materil. Pengarang atau penulis mungkin akan memilih profesi lain yang lebih menghasilkan. Selain itu kurang tegasnya penegakan hak cipta dapat memotivasi kegiatan plagiasi di Tanah Air. Kita tentu pernah mendengar gelar kesarjanaan seseorang dicopot karena meniru tugas akhir karya orang lain.
Mendarah dagingnya kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai lembaga pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan kegiatan pelanggaran hak cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta. Contoh konkrinya adalah perpustakaan, lembaga ini sebenarnya rentan akan pelanggaran hak cipta apabila tidak paham mengenai konsep hak cipta itu sendiri. Plagiasi, Digitalisasi koleksi dan layanan foto kopi merupakan topik-topik yang bersinggungan di hak cipta. Akan tetapi selain rentan dengan pelanggaran hak cipta justru lembaga ini dapat dijadikan sebagai media sosialisasi hak cipta sehingga dapat menimalkan tingkat pelanggaran hak cipta di Tanah Air.
Perpustakaan menghimpun dan melayankan berbagai bentuk karya yang dilindungi hak ciptanya. Buku, jurnal, majalah, ceramah, pidato, peta, foto, tugas akhir, gambar adalah sebagai format koleksi perpustakaan yang didalamnya melekat hak cipta. Dengan demikian maka perpustakaan sebenarnya sangat erat hubungannya dengan hak cipta. Bagaimana, tidak di dalam berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan melekat hak cipta yang perlu dihormati dan dijaga oleh perpustakaan. Jika tidak berhati-hati atau memiliki rambu-rambu yang jelas dalam pelayanan perpustakaan justru perpustakaan dapat menyuburkan praktek pelanggaran hak cipta.
Untuk itu dalam melayankan berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan, maka perpustakaan perlu berhati-hati agar layanan yang diberikannya kepada masyarakat bukan merupakan salah satu bentuk praktek pelanggaran hak cipta. Dan idealnya perpustakaan dapat dijadikan sebagai teladan dalam penegakan hak cipta dan sosialisasi tentang hak cipta.
Layanan foto kopi, digitalisasi koleksi serta maraknya plagiasi karya tulis merupakan isu serta layanan perpustakaan yang terkait dengan hak cipta. Perpustakaan perlu memberikan pembatasan yang jelas mengenai layanan foto kopi sehingga layanan ini tidak dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak cipta. Dalam kegiatan digitalisasi koleksi, perpustakaan juga perlu berhati-hati agar kegiatan yang dilakukan tidak melanggar hak cipta pengarang. Selain itu perpustakaan juga perlu menangani plagiasi karya tulis dengan berbagai strategi jitu dan bukan dengan cara proteksi koleksi tersebut sehingga tidak dapat diakses oleh pengguna perpustakaan.
Foto kopi di perpustakaan
Praktek Foto kopi dapat dikategorikan sebagai tindakan pelanggaran hak cipta. Hal ini disebabkan karena foto kopi berarti memperbanyak suatu karya tanpa izin dari pengarang dan menerima keuntungan ekonomi atas jasa foto kopi yang diberikan
Kegiatan foto kopi di perpustakaan dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu foto kopi untuk pengadaan koleksi perpustakaan serta layanan foto kopi yang disediakan bagi pengguna perpustakaan. Kegiatan foto kopi untuk pengadaan koleksi perpustakaan bertujuan untuk memenuhi kepentingan perpustakaan, sedangkan layanan foto kopi bagi pengguna perpustakaan bertujuan untuk memudahkan pengguna perpustakaan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sering dijumpai koleksi perpustakaan yang merupakan hasil foto kopi. Padahal kegiatan foto kopi ini merupakan suatu bentuk pelanggaran hak cipta. Hal ini disebabkan oleh masalah klasik yang selalu dihadapi perpustakaan yaitu keterbatasan dana. Perpustakaan idealnya mampu menjadi institusi pelopor penegakan hak cipta. Kalaupun suatu koleksi perpustakaan terpaksa difoto kopi itu didasarkan pada alasan bahwa buku tersebut tidak ada d ipasaran dan tidak akan dicetak lagi oleh penerbit atau buku tersebut merupakan buku asing. Buku-buku asing harganya sangat mahal sehingga dalam kegiatan pengadaan perpustakaan cukup membeli satu eksemplar buku asing tersebut kemudia jumlahnya diperbanyak dengan di foto kopi.
Untuk kegiatan layanan foto kopi bagi pengguna perpustakaan, sebagai bentuk penghormatan terhadap hak cipta maka apabila pengguna ingin memfoto kopi sebuah buku pengguna tersebut disarankan untuk mencari buku yang dibutuhkan di toko buku. Apabila buku yang dibutuhkan tidak ada di toko buku baru buku tersebut diizinkan untuk difoto kopi dengan segala resiko menjadi tanggung jawab pengguna perpustakaan tadi.
Dengan berbagai usaha diatas, maka perpustakaan telah berpartisipasi dalam penegakan hak cipta. Jangan sampai karena alasan mudahnya masyarakat memfoto kopi buku menyebabkan para pengarang enggan menulis. Hal ini tentu akan berdampak terhadap produktivitas penerbitan buku-buku berkualitas di perpustakaan serta menghambat usaha pencerdasan bangsa. Usaha ini memang belum banyak disadari oleh perpustakaan dan perpustakaan dimana kita bekerja dapat memulainya sebagai bentuk penghormatan kepada hak cipta.
Minimalisasi plagiasi
Praktek plagiasi di Indonesia untuk memperoleh gelar mulai dari sarjana sampai professor pernah terjadi. Hal ini terjadi menunjukkan sikap masyarakat yang kurang menghargai karya orang lain. Untuk meminimalkan terjadinya praktek plagiasi, berbagai perpustakaan memiliki strategi tersendiri. Ada perpustakaan yang melakukan proteksi berlebih terhadap tugas akhir sivitas akademiknya sehingga tidak mengizinkan pengguna mengakses ruangan tersebut. koleksi tugas akhir diberlakukan layaknya benda pusaka yang tidak boleh disentuh, padahal tugas akhir merupakan karya ilmiah yang akan bermanfaat apabila banyak orang yang dapat mengaksesnya atau dengan katalain eksistensi koleksi tersebut tidak percuma. Ada juga perpustakaan yang memberikan izin kepada pengguna untuk mengakses koleksi tugas akhir dan bahkan memfoto kopi koleksi tugas akhir tersebut.
Semua perpustakaan memiliki kebijakan tersendiri dengan pertimbingan tertentu dan dalam kasus ini tidak ada yang benar atau salah. Akan tetapi kebijakan apapun yang diterapkan setidaknya mengedepankan azas manfaat dari keberadaan suatu koleksi. Perpustakaan tidak perlu takut koleksi yang dimiliki akan dijiplak apabila memiliki sistem yang mampu mentedeksi kegiatan plagiasi sejak dini. Caranya dengan memiliki sistem temu kembali informasi yang memungkinkan mengetahui isi keseluruhan dari tugas akhir, laporan penelitian atau koleksi perpustakaan lainnya. Dengan katalain katalog yang dimiliki perpustakaan dilengkapi dengan abstrak. Kemudian katalog tersebut publikasikan melalui internet (katalog online) yang memungkinkan setiap orang mengakses katalog tersebut tanpa dihalangi oleh waktu dan tempat. Apabila setiap orang dapat mengakses katalog yang memungkinkan masyarakat mengetahui isi suatu tugas akhir atau karya ilmiah lainnya, maka ini merupakan suatu bentuk control sosial. Kontrol sosial ini akan memaksa orang berpikir dua kali untuk melakukan plagiasi karena dengan karena dari katalog online tersebut dapat dengan mudah diketahui suatu karya hasil plagiasi atau bukan.
Selain itu perpustakaan juga dapat menyisipkan materi teknik penulisan dan hak cipta dalam kegiatan pendidikan pemakai yang dilaksanakan perpustakaan. Terkadang mahasiswa tidak mengetahui bahwa karya tulisannya termasuk kedalam kategori karya hasil plagiat karena tidak mengetahui bagaimana teknik penulisan karya ilmiah yang benar, misalnya dengan mencantumkan referensi dari setiap kutipan yang digunakan dalam karya ilmiah yang disusunnya. Perpustakaan juga dapat menyelipkan materi mengenai hak cipta dalam kegiatan pendidikan pemakai sehingga semakin memotivasi penggun perpustakaan untuk sadar hak cipta.


REFERENSI :
http://chobish.wordpress.com/2011/03/19/perpustakaan-dan-pelanggaran-hak-cipta/
http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_19_Tahun_2002



Minggu, 11 Maret 2012

SARIBU RAJA, SIBORU PAREME, BABIAT SITELPANG, LONTUNG

Saribu Raja & Siboru Pareme sebenarnya kakak beradik Kandung (namariboto). Pada masa itu jumlah manusia masih sedikit. Sudah kodrat alam, Saribu Raja mencintai adiknya sama seperti mencintai gadis lain. Keduanya terlanjur seperti suami istri, sehingga Siboru Pareme hamil. Mengetahui keadaan itu, saudaranya yang lain Sagala Raja, dan Malau Raja sangat murka dan berupaya membunuh kedua saudaranya Saribu Raja dan Siboru Pareme. Tetapi untuk melaksanakan niat itu tidak ada yg tega untuk membunuh. Akhirnya mereka sepakati untuk membuang keduanya ke tengah hutan atau tombak longo longo secara terpisah. Siboru Pareme dibuang kesekitar wilayah Ulu Darat di atas Sabulan dan Saribu Raja dibuang jauh kearah Barat (Barus).
Siboru Pareme hampir putus asa, karena tempat pembuangannya itu ternyata habitat harimau (banyak harimau berkeliaran) yg siap memangsanya. Suatu ketika, Siboru Pareme yg sudah hamil tua dan kesepian , dikejutkan oleh seekor harimau yang mengaum mendekatinya. Namun karena sudah terbiasa melihat harimau dan penderitaan yg dialaminya, ia tidak takut lagi dan pasrah untuk di mangsa . Setelah menunggu beberapa saat, ternyata harimau itu tidak memangsanya. Harimau tadi membuka mulutnya lebar-lebar dihadapan Siboru Pareme seakan meminta bantuan. Dari jarak dekat Siboru Pareme melihat ada sepotong tulang yg tertancap di rahang harimau itu. Timbul rasa iba dihati Siboru Pareme. Tanpa ragu Siboru Pareme mencabut potongan tulang itu dan di buangnya. Setelah itu harimau yg dikenal buas itu menjadi jinak kepada Siboru Pareme. Sejak itu harimau yg dikenal BABIAT SITELPANG setiap pagi dan sore mengantar daging hasil buruannya ketempat Siboru Pareme. Budi baik yang diterimanya dari wanita yang sedang hamil tua itu menumbuhkan rasa sayang BABIAT SITELPANG yang diwujudkannya dengan tetap menjaganya hingga melahirkan SIRAJA LONTUNG.
SIRAJA LONTUNG yg hidup dengan ibunya ditengah hutan sekitar Ulu Darat selalu didampingi oleh BABIAT SITELPANG. Tidak seorang pun manusia lain yang mereka kenal. Namun Siboru Pareme selalu memberi pengetahuan kemasyarakatan kepada anaknya termasuk partuturan adat batak.
Setelah SIRAJA LONTUNG beranjak dewasa dan sudah bisa menikah, ia bertanya kepada ibunya di mana kampung tulangnya. Ia sangat berniat menikah dengan putri tulangnya (paribannya). Siboru Pareme merasa sedih dan sejenak terdiam. Hatinya gusar, kalau diberitahu yang sebenarnya, takut tulangnya yg membuang ke tombak longo longo itu membunuh SIRAJA LONTUNG, Siboru Pareme selalu berupaya mengelak dari pertanyaan anaknya. Namun karena tidak ingin anaknya menjadi korban kemarahan tulangnya, akhirnya Siboru Pareme membuat siasat. Ia harus mengorbankan dirinya untuk dikawini SIRAJA LONTUNG, KARENA TIDAK ADA MANUSIA DI HUTAN ITU.
Suatau malam menjelang tidur Siboru Pareme memanggil anaknya. “Sudah sejak lama kau menanyakan boru tulangmu, Sebenarnya anakku…kau sudah saya bohongi” ujar Siboru Pareme dan mulai menjelaskan ciri-ciri paribannya. Boru tulangmu itu persis seperti saya, baik postur tubuh dan rambutnya, tingginya juga sama dengan saya. Tetapi kalau itu yg kau inginkan, saya juga senang. Pergilah mencari paribanmu. Kalau saya pergi mencari ayahmu ke arah barus, kalian bersama istrimu tinggal disini”, ujar Siboru Pareme dengan serius membuat SIRAJA LONTUNG manggut manggut. Kemudian Siboru Pareme merekayasa sebuah tempat sebagai kampung tulangnya.Kepada SIRAJA LONTUNG, Siboru Pareme memesankan jangan sampai masuk ke kampung tulangnya.” Tetapi lihatlah boru tulangmu tengah mandi sore di Pansur sana”, kata ibunya sambil menunjuk sebuah pansur dari atas pebukitan Ulu Darat. “Kamu nanti berjalan dari sana, kalau kau langsung turun dan tembak lurus, kamu akan kesulitan, saya kuatir kamu masuk jurang”, kata ibunya sanbil mengarahkan SIRAJA LONTUNG mengambil jalan melingkar ke pansuran itu walaupun ada jalan yg lebih cepat menuju tempat pansuuran itu.
Setelah SIRAJA LONTUNG berlalu, Siboru Pareme bergegas pergi ke pancuran (pansur) yang ditunjukkannya kepada anaknya. Ia mengambil jalan pintas dan tiba lebih awal dari SIRAJA LONTUNG. Dengan tergesa-gesa dia membuka pakaian laklak dan mandi di pansur itu. Waktu sudah semakin sore, matahari sudah mulai tenggelam. Ia sudah mulai mendengar tanda-tanda SIRAJA LONTUNG sudah dekat . Hati Siboru Pareme mulai berdebar, detakan jantungnya mulai dag dig dug, karena dia kuatir dikenal anaknya SIRAJA LONTUNG yang menjadi calon suaminya.
SIRAJA LONTUNG semakin mendekat. Ia mendengar ada manusia tengah mandi di pansuran itu. “ Berarti benar apa yang diberitahu ibuku”, katanya dalam hati, sambil mengintip dari celah-celah pohon. Ia tidak sabar terlalu lama lagi, karena hari sudah gelap dan langsung menghampiri Siboru Pareme, setelah membiarkan Siboru Pareme menutupi tubuhnya dengan kain laklak. “Bah benar juga yg dibilang ibuku, tidak ada ubahnya seperti dia”, katanya dalam hati. “Santabi boru ni tulang, saya ingin menyampaikan pesan ibuku”, kata SIRAJA LONTUNG dan menggapai tangan Siboru Pareme serta meremas jemari perempuan yang disebut paribannya itu, dan menyelipkan cincin ibunya ke jari manis dan ternyata pas. “Berarti tidak salah lagi, kaulah paribanku itu. Wajahmu seperti ibuku dan cincin ibuku cocok dijari manismu,” lanjutnya merasa yakin.
Tanpa ragu dia menyampaikan niatnya untuk mengawini paribannya itu. Dengan malu-malu, sambil menutupi sebagian pipinya dengan rambut yg hitam panjang, menjawab pinangan itu dengan setuju. Kemudian membawanya ke tempat tinggalnya di sekitar wilayah Ulu Darat.
Malam semakin pekat, keduanya pulang sesuai pesanan ibunya. Namun SIRAJA LONTUNG terkejut, sebab ibunya tidak lagi di jumpai di rumahnya. Ia teringat pesan ibunya yang berniat mencari ayahnya SARIBU RAJA kearah Barus. Keduanya hidup serumah dan menjadi suami istri, dan lahirlah anak mereka tujuh laki-laki dan satu perempuan. Masing-masing bernama yaitu: Toga Sinaga, Tuan Situmorang, Toga Pandiangan , Toga Nainggolan , Toga Simatupang , Toga Aritonang dan Toga Siregar. Dan satu-satunya putrinya kawin dengan marga Simamora. Namun setelah perkawinan mereka, tidak lama kemudian suaminya meninggal dan dia kawin lagi ke Marga Sihombing.

HAKI


Hak Kekayaan Intelektual atau yang biasa disingkat HAKI atau HKI merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis. Secara khususHak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property Right yang berasal dari kata "intelektual" tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia Sedangkan secara umum pengertian HAKI yaitu hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia dibidang ilmu pengetahuan, seni, sastra ataupun teknologi, yang dilahirkan atau diciptakan dengan pengorbanan tenaga, waktu, pikiran dan juga seringkali dengan biaya yang besar. Oleh karena itu karya yang dihasilkan menjadi memiliki nilai dengan manfaat ekonomi yang tinggi, sehingga bagi dunia usaha karya-karya itu bisa menjadi aset perusahaan/industri.
Hak cipta diberikan kepada pencipta atas karya ciptanya, orang/kelompok/badan hukum yang menerima hak tersebut dari pemegangnya, atau orang/kelompok/badan hukum yang menerima hak cipta dari orang/kelompok/badan hukum yang diserahi hak cipta oleh pemegangnya. Hak kepemilikan didapatkan secara otomatis begitu seseorang menghasilkan karya cipta. Tidak ada keharusan untuk mendaftarkannya pada suatu badan pengelola HAKI. Akan tetapi hak cipta yang terdaftar akan sangat berguna untuk proses penyelesaian jika terjadi pelanggaran terhadap hak cipta tersebut. Hak cipta bukan melindungi suatu ide atau konsep, tetapi melindungi bagaimana ide atau konsep itu diekspresikan dan dikerjakan. Tidak diperlukan pengujian, tetapi karya harus original, dibuat sendiri, bukan copy dari sumber lain, dan penciptanya harus berkonstribusi tenaga dan keahlian. Hak atas kekayaan intelektual merupakan suatu hak khusus  berdasarkan undang-undang diberikan kepada si penemu atas ide pikirannya atau menurut hukum pihak yang berhak memperolehnya, atas permintaan yang diajukannya kepada pihak penguasa, bagi temuan baru, perbaikan atas temuan yang sudah ada, cara kerja baru, atau menemukan suatu perbaikan baru dalam cara kerja, untuk selama jangka waktu tertentu yang dapat diterapkan dalam bidang industri.
Unsur industri mendapat tempat yang penting disini, haruslah dapat diterapkan dalam bidang indsutri, apakah industri otomotif ,industri tekstil atau industri pariwisata. Pada dasarnya teknologi lahir dari karsa intelektual, sebagai karya intelektual manusia. Karena kelahirannya telah melibatkan tenaga, biaya, dan waktu, maka teknologi memiliki nilai atau sesuatu yang bernilai  ekonomi, yang dapat menjadi objek harta kekayaan (property). Dalam ilmu hukum yang secara luas dianut oleh bangsa-bangsalain, hak atas daya ikr intelektual tersebut diakui sebagai hak milik yang sifatnya tidak berwujud. Hak seperti inilah yang dikenal sebagai hak atas kekayaan intelektual. Sifat pengaturan hak atas kekayaan intelektual ini bermaksud untuk melindungi seseorang yang menemukan sesuatu hal agar buah pikiran da pekerjaanya tidak dipergunakan begitu saja oleh orang lain. 
Dasar hukum mengenai HAKI di Indonesia diatur dengan undang-undang Hak Cipta no.19 tahun 2003, undang-undang Hak Cipta ini melindungi antara lain atas hak cipta program atau piranti lunak computer, buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak computer dan buku-buku (sejenis) lainnya. Terhitung sejak 29 Juli 2003, Pemerintah Republik Indonesia mengenai Perlindungan Hak Cipta, perlindungan ini juga mencakup: a. Program atau Piranti lunak computer, buku pedoman pegunaan program atau piranti lunak computer, dan buku-buku sejenis lainnya. b. Dari warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat, atau
c. Untuk mana warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat memiliki hak-hak ekonomi yang diperoleh dari Undang-Undang Hak Cipta, atau untuk mana suatu badan hukum (yang secara langsung atau tak langsung dikendalikan, atau mayoritas dari saham-sahamnya atau hak kepemilikan lainnya dimiliki, oleh warga Negara atau mereka yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Amerika Serikat) memiliki hak-hak ekonomi itu; d. Program atau piranti lunak computer, buku pedoman penggunaan program atau piranti lunak computer dan buku-buku sejenis lainnya yang pertama kali diterbitkan di Amerika Serikat.
           
Selain itu dasar-dasar hukum lainnya, yaitu:
·         Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
·         Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek
·         Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of  Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization
·         Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
·         Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for Protection of Literary and Artistic Works
·         Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty

Jika seseorang melakukan suatu pelanggaran terhadap hak cipta orang lain maka orang tersebut dapat dikenakan tuntutan pidana maupun gugatan perdata. Jika anda atau perusahaan melanggar hak cipta pihak lain, yaitu dengan sengaja dan tanpa hak memproduksi, meniruataumenyalin, menerbitkan ataumenyiarkan, memperdagangkanataumengedarkan atau menjual karya-karya hak cipta pihak lain atau barang-barang hasil pelanggaran hak cipta (produk-produk bajakan) maka berarti seseorang tersebut telah melakukan tindak pidana yang dikenakan sanksi-sanksi pidana sebagai berikut.
http://adf.ly/2356/banner/http://education-lili.blogspot.com/2012/02/hak-atas-kekayaan-intelektual.html

haki merupakan suatu hal yang canggung di telinga masyarakat awam ini disebabkan haki suatu topik pembicaraan yang sulit dimengerti oleh kebanyakan orang awam. Penyebabnya antara lain haki terlalu luas pencangkupan materinya dan tidak dapat diketahui secara langsung manfaatnya karena bersifat immateril. Sebagai contoh kasus fenomena lagu yang tiba-tiba hits di masyarakat, lagu tersebut telah menghasilkan royalti yang cukup besar atas penggunaan lagu tersebut. Maka dari itu banyak pihak berbondong-bondong, mengakui kepemilikan lagu tersebut untuk mendapatkan royaltinya. Disini lah haki di perlukan namun penggunaan haki tidak dapat langsung menyelesaikan masalah karena disebabkan haki melindungi sesuatu kekayaan yang tidak terlihat (immaterial) sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk menegakkan fungsi haki pada lagu tersebut.